Malaka, The Pearl of Asia pada zamannya.

Malaka adalah salah satu wilayah di Malaysia, yang sering dikunjungi masyarakat di Provinsi Riau. Orang-orang Riau ke Malaka bisa pergi berobat, bekerja, atau liburan. Sebelum covid 19, ada beberapa pilihan ke Malaka dari Riau, bisa dengan pesawat ataupun dengan kapal laut. Pada akhir tahun 2022, tepatnya di bulan Oktober tahun 2022, saya, bang Dedek, dan Isteri melakukan perjalanan selama 10 hari dari Pekanbaru menuju dua negara, yaitu Thailand dan Malaysia. 

Dari Pekanbaru, ke Malaka bisa melewati beberapa titik keberangkatan, jika diberikan nomor maka titik-titik ini adalah:

  1. Bengkalis.
  2. Selat Panjang;dan 
  3. Dumai.

Titik-titik ini sejak dahulu merupakan pintu masuk Provinsi Riau menuju Semenanjung Malaya, terutama pulau Bengkalis yang sejak VOC menguasai Malaka pada tahun 1641 sudah menjadi pelabuhan penting Kerajaan Johor. Sejak zaman dahulu kapal-kapal dari Malaka,Johor, Jawa, dan Tiongkok singgah di Bengkalis untuk berdagang. 

tepian sungai Malaka dengan turapnya.

Dari wilayah pesisir Provinsi Riau, kapal-kapal ferry berangkat pulang dan pergi ke Malaka. Untuk wilayah di luar pesisir Provinsi Riau sebelum pelabuhan udara mulai kembali digunakan. Untuk ke Malaka, mau tidak mau kita harus menginap terlebih dahulu jika berangkat dari Bengkalis dan Selat Panjang karena kapal ke Malaka berangkat pagi hari. Kondisi yang berbeda jika kita berangkat dari Dumai, hal ini karena sudah ada tol Pekanbaru-Dumai. Kita bisa berangkat setelah subuh dari Pekanbaru menuju Dumai sedangkan dahulu dibutuhkan waktu 6 jam dari Pekanbaru menuju Dumai one way.

Setelah menjemput bang Dedek, rombongan kami bergerak menuju tol. Geraman suara mesin diesel mobil menjadi musik dalam perjalanan pagi itu. 1 jam 10 menit dari gerbong tol Muara Fajar, kami tiba di gerbang tol Dumai. Perjalanan dilanjutkan menuju agen tiket ferry Dumai menuju Malaka. Di agen ini, kita akan mendapatkan nomor kursi dan tiket masuk ke ferry. 

Kapal dari Dumai berangkat ke Malaka pada pukul 10.30 WIB sehingga dapat dikatakan masih cukup waktu jika kita berangkat dari Pekanbaru setelah subuh. Mobil kami titipkan di Dumai, di rumah teman isteri. Seandainya Projek RORO Malaka-Riau sudah diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan tidak mungkin kami menggunakan mobil ke Malaka. Semoga projek ini bisa digesa sehingga kita bisa berjejaring dengan Interconnected ASEAN Highway.

Tanjung Jati pada peta tahun 1722, posisinya pada wilayah yang diarsir merah jambu. Copyright Nationaal Archief of Netherland.

Proses imigrasi Pelabuhan Dumai berlangsung cepat, kira-kira pukul 11.00 WIB ferry kami sudah berada di sekitar Selat Bengkalis atau zaman Hindia Belanda bernama Brouwerstraat. Siang itu laut sedang bersahabat. Perairan Tanjung Jati yang berada di depan kami gelombangnya tidak kuat. Tanjung Jati yang berada di Bengkalis ini merupakan tempat berlangsungnya semah ikan terubuk. 

Ikan terubuk merupakan ikan endemik dari Kabupaten Bengkalis. Populasi ikan ini berada di Selat Bengkalis dan di pantai barat Pulau Kalimantan di antara Singkawang dan Pontianak.Pada masa kejayaan telur ikan terubuk di pertengahan abad ke 18, khususnya di musim panen penangkapan ikan, ada 300 kapal menangkap ikan terubuk di Selat Bengkalis atau Brouwerstraat. Dalam masa kejayaan di abad ke 18, telur ikan terubuk asin Bengkalis dan Bukit Batu mendapatkan julukan caviar dari Sumatra, atau caviar dari Hindia Belanda. Telur terubuk ini juga mendapatkan julukan sebagai caviar dari Asia Tenggara dan menjadi pesaing caviar dari Rusia pada zamannya di pasaran Eropa.

berita koran Soerabaiasch Handelsblad. 6/12/1904. Perihal ikan terubuk Copyright Delpher.NL.

Dalam Masyarakat Bengkalis dan Bukit Batu, ikan terubuk memiliki raja ikan yang disebut Djindjang Radja.  Djindjang Radja hanya dapat dipanggil lewat ritual yang melibatkan perempuan. Raja ikan ini hanya akan masuk ke media perempuan yang secara turun temurun sudah menjadi mediator yang berhubungan dengan Djindjang Radja.

J.S.G. Gramberg seorang utusan dari Batavia yang melakukan survei pada tahun 1864 tentang kelayakan penanaman tembakau di wilayah Kerajaan Siak, bertemu dengan Embong atau Embung Edah yang bertugas sebagai bomoh atau dukun atau pawang yang menjadi media masuknya Djindjang Radja. Gramberg menuliskan pengalamannya dalam artikel berjudul  De Troeboek Visscherij, artikel ini  dimuat pada Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang terbit di Batavia tahun 1877. Di Perairan Tanjung Jati semah ini dilakukan, kemudian tradisi ini menjadi dongeng karena sudah tidak lagi dilakukan.  

Kami tiba di Malaka sekitar pukul 13.00 WIB atau 14.00 waktu Malaysia. Setelah melewati pos migrasi. Tibalah kami di Malaka. Kota yang menjadi pelabuhan penting di Asia Tenggara pada masanya dan Kerajaan Melayu sebelum diruntuhkan Portugis pada 1511. Dari pelabuhan ferry, kami berjalan kaki menyusuri sungai Melaka. Isteri saya memesan penginapan bernama Joka-Joka Guest House. Kata ini berasal dari bahasa Bugis yang artinya Jalan-jalan. Pemilik penginapan merupakan keturunan Bugis dari Indonesia, dia masih merasakan naik kapal Pelni dari Berau menuju Makassar saat akan berlebaran di Bone, Sulawesi Selatan. Posisi penginapan ini strategis, berada di tengah kawasan bersejarah di Malaka. Meskipun disambut terik matahari, tetapi perjalan kami ke penginapan tidak melelahkan karena di tepi sungai Malaka ditanam banyak pohon. 

Ini pertama kalinya saya menjejakkan kaki di Malaka. Selama ini saya mengetahui Malaka dari riset-riset sejarah yang saya lakukan. Setelah check in, dimulailah perjalanan kami menelusuri Semenanjung Malaya dan Thailand. Kamar yang kami tempati selama dua hari di Malaka berupa dipan bertingkat yang dibatasi dengan sekat. Namun, Kak Norma, pemilik penginapan menyambut kami dengan ramah sehingga suasana di Joka Joka menjadi hangat.  

Tanpa babibu, Bang Dedek dan isteri mengajak saya berjalan kaki menelusuri Sungai Melaka. Saya takjub dengan wilayah di Semenanjung masih menjaga peninggalannya dengan baik. Sungai Malaka diturap sehingga kita bisa dengan nyaman berjalan kaki. Tepi sungai Melaka tertata rapi, ruh kota kota lama masih terasa meskipun modernitas mengepungnya, Malamnya, kami menghabiskan waktu di Jonker Walk. 

Nama Jonker mengingatkan saya akan Kapitan Jonker, seorang bangsawan Maluku berasal dari Pulau Manipa, Seram Barat. Awalnya ia berjuang keras melawan kekuasaan VOC. Perlawanan tersebut diperkirakan terjadi antara tahun 1634 – 1643, yaitu pada Perang Hitu II atau disebut juga Perang Wawane. Akan tetapi ia kalah, dan pasukan perlawanannya serta pasukan Raja Tahalele dari Pulau Boano menjadi tawanan VOC. Saat menjadi tawanan ini Kapitan Jonker mengabdi kepada VOC di Batavia.  Kapitan Jonker membantu VOC diantaranya di Timor, Pantai Barat Sumatera,Pantai Timur Jawa, Palembang, dan Banten. Kapitan Jonker juga berperang melawan Trunojoyo. pemberontakan yang dilakukan oleh bangsawan Madura, Raden Trunajaya, dan sekutunya, pasukan dari Makassar, terhadap Kesultanan Mataram yang dibantu oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Jawa pada dekade 1670-an, dan berakhir dengan kemenangan Mataram dan VOC. Tetapi Kapitan Jonker dikhianati oleh VOC, kemudian dia dieksekusi. 

Jonker Walk di Melaka menjadi sebuah pasar malam. Jalan sepanjang kurang lebih 800 meter ini menjadi pusat tourism. Para pedagang kaki lima dan berbagai pernak-pernik Malaka bisa dilihat disini. Pernak-pernik ini diantaranya adalah Gula Melaka atau gula merah yang terbuat dari pohon aren. Gula ini sejak abad ke 18 sudah dibawa ke wilayah Provinsi Riau (Kerajaan Siak), dalam Batavia Ingekomen Brievenboek Malakka/Surat dari Malaka ke Batavia komoditas ini sudah dituliskan.

Raja Alam dan Raja Mahmud, persaingan dua kakak adik.

Maka Baginda pun menjadi Raja di Siantan. Dan orang Siantan tiada lagi ke Siak dan ke Riau. Segala Tokong Pulau pun sudah mengikut Raja Alam

Pada masa berpetualang di Palembang, Raja Kecik menikah dengan anak dari Dipati Batu Kucing, batin Musi Rawas yang bernama Encik Kecik atau Djenamal (H.A. Hijman Van Anrooij. Het Rijk Van Siak;266). Hasil pernikahan ini melahirkan seorang anak laki laki yang bernama Raja Alam, kemungkinan Raja Alam lahir pada tahun 1712 dan dia meninggal di Senapelan ( Pekanbaru sekarang ) pada 18 September 1765. Raja Alam dibesarkan oleh ibunya di Musi Rawas, sementara, Raja Kecik mengembara kembali ke Kerajaan Pagaruyung kemudian menjadi Raja di Kerajaan Johor. Raja Alam menikah dengan Dahing Khadijah, kakak dari Daeng Kemboja (Yang Dipertuan Muda Riau III). 

Pada saat menjadi Raja Johor, Raja Kecik menikah dengan Tengku Kamariah, anak dari Datuk Bendahara Johor dan kakak dari Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah. Dalam pernikahan dengan Tengku Kamariah, pada awal tahun 1723, lahirlah Raja Mahmud atau dengan nama kecilnya adalah Raja Buang/Buwang/ Tengku Buang Asmara. Penamaan Raja Buang karena saat melahirkan Raja Mahmud, Tengku Kamariah berada dibawah sandera kerajaan Johor/dibuang (E. Netscher. De Nederlanders in Djohor en Siak. 1602 tot 1865;62) dan Raja Kecik  diusir dari Kerajaan Johor kemudian mendirikan kerajaan Siak. 

Tahun 1727, Raja Kecik menyerbu Riau yang saat itu adalah ibukota dari Kerajaan Johor. Tujuan Raja Kecik menyerbu Riau  untuk membawa isterinya kembali ke Kerajaan Siak. Dengan menggunakan lima kapal dan 150 orang volunter, Raja Kecik berhasil memukul mundur pasukan kerajaan Johor dan membuat kerajaan Johor mendantangani perjanjian dengan Raja Kecik. Pada perang tahun 1727, Raja Kecik sebetulnya mampu menang total dari pasukan Kerajaan Johor, tetapi, Raja Kecik masih memikirkan keselamatan dari isteri dan anaknya (Leonard Y Andaya. The Kingdom of Johore 1641- 1728;309). Kemudian, Raja Buwang/ Tengku Buang Asmara/ Raja Mahmud  dan Tengku Kamariah  menetap di Buantan.  

kuburan Raja Alam, di Pekanbaru Prov Riau.

Penyerbuan Raja Kecik ke Riau dituliskan dalam Hikayat Siak, yang bunyinya;

“Maka Tengku Kamariah memberikan surat kepada Paduka Kakanda, Dan jikalau Paduka  Kakanda hendak mengambil paduka Adinda, hendak ambil dengan perang. Jika tiada diambil dengan perang tiada adinda mahu”.(Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;165)

Dalam tawanan Kerajaan Johor, Tengku Kamariah mengirimkan surat pada Raja Kecik. Raja Kecik menerima surat dari Tengku Kamariah dan mengumpulkan pasukan. Raja Kecik mengumpulkan 150 relawan yang isteri mereka juga berada di Riau kemudian  menyerbu Pulau Bayan dan menjemput Tengku Kamariah. Saat penyerbuan ini, terdapat lima puluh orang korban dari pihak Bugis ((Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;166). Raja Kecik kembali ke Buantan membawa Tengku Kamariah dan Raja Mahmud .

Raja Mahmud anak dari Raja Kecik kemudian menikah dengan anak dari Opu Daeng Matekuh/Mateko dan dia memiliki beberapa anak. Anak dari Raja Mahmud adalah Raja Ismail, Tengku Daud, Tengku Ambang Besar, Tengku Abdullah, Tengku Abd al Rahman, Tengku Musa, dan Tengku Kamat, Tengku Baki, Tengku Husain, Tengku Yusuf, Tengku Muhammad, Tengku Busu, Tengku Hasan, Tengku Taib, dan Tengku Yasin. Anak perempuan dari Raja Mahmud adalah Tengku Ambung, Tengku Salihah, Tengku Cakera, Tengku Hitam, dan Tengku Halimah (Virgina Matheson & Barbara Watson Andaya. The Precious Gift (Tuhfat Al Nafis) Raja Ali Haji ibn Ahmad;23).

Kuburan Raja Mahmud, Kab Siak. Prov Riau.

Kedua adik beradik anak dari Raja Kecik bertemu di Buantan, ibukota Kerajaan Siak.  Saat itu Raja Alam berumur 14 tahun dan Tengku Buang Asmara berumur 4 tahun (Donald James Goudie. Critical Edition of Syair Perang Siak;40).  Raja Alam datang ke Buantan setelah berlayar dari Palembang. Dalam Hikayat Siak, perjumpaan ayah dan anak ini dinarasikan;

“Syahdan, maka tersebutlah perkataan anakanda Baginda yang tinggal di Rawas. Maka ia pun hilirlah ke Palembang. Maka terdengar kabar, paduka ayahdan sudah menjadi Raja di dalam Siak. Dan Raja Alam pun datanglah ke Siak,, mendapatkan kan paduka ayahanda” (Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;167).

Kedua anak beradik ini kemudian tinggal di Buantan hingga dewasa. Setelah pulang dari penyerbuan Sultan Sulaiman di Riau pada tahun 1737. Raja Kecik memberikan gelar Yang Dipertuan Muda kepada Raja Alam (Virginia Matheson ( edt ). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji;100). Sementara itu, Tengku Buang Asmara belum diberikan gelar oleh Raja Kecik. Raja Kecik sudah menyiapkan Raja Mahmud sebagai penggantinya. Pada syair perang Siak, stanza 70 dan 71 ditulis kan bahwa bibit kecemburuan kakak dan adik ini sudah timbul, syairnya berbunyi;

Stanza 70. Itulah kisah usul mengindra

Baginda pun sudah berputera

Dua orang sama setara

Jayeng seteru tidak bertara

Stanza 71. Sudah berdaulat Paduka Anakanda

Menaruh cemburu sama muda

Sangatlah suka Paduka Ayahanda

Serta dengan anum berida. (Donald J Goudie. Syair Perang Siak. The Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society;96).

Pada saat Tengku Kamariah meninggal dunia, Raja Kecik seperti kehilangan pegangan hidup. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di kuburan Tengku Kamariah. Tuffat An Nafis menceritakan kondisi Raja Kecik setelah ditinggalkan Tengku Kamariah. Dalam kondisi yang yang semakin terpuruk karena duka, pembesar kerajaan bertanya kepada Raja Kecik, siapa yang akan menggantikannya, Raja Kecik menjawab pertanyaan ini dengan jawaban, “ siapa yang hidup, itulah anak kita” (Virginia Matheson ( edt ). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji.;101). Jawaban dari Raja Kecik menyebabkan terjadinya perang antara kedua adik beradik ini dan para pengikutnya. 

Kuburan Raja Mahmud, Mempura, Kab Siak, Prov Riau.

Di perang awal ini, Raja Mahmud mendapatkan keuntungan, karena menikah dengan anak bangsawan bugis, dia didukung oleh pasukan Bugis yang ada di Kerajaan Siak saat itu, pasukan yang dimiliki Raja Alam tidak kuat menghadapi pasukan dari Raja Mahmud.  Karena khawatir perang adik beradik ini semakin meluas, para pembesar Kerajaan melantik Raja Mahmud sebagai pengganti Raja Kecik, dasar  dari Dewan Kerajaan adalah karena mereka memandang anak gahara/ keturunan bangsawan yang lebih layak menjadi Raja.

Pada tahun 1746, Tengku Buang Asmara/ Sultan Mahmud Abdul Jalil Syah (1746-1761) menjadi Sultan II Kerajaan Siak Sri Indrapura.Syair perang Siak menceritakan perang perebutan kekuasaan antara Raja Alam dan Raja Siak di ibukota Kerajaan Siak. Raja Kecik marah besar dengan perang saudara yang terjadi, kemudian, dia memanggil Raja Alam dan Raja Mahmud. Raja Kecik mempersilahkan kedua kakak adik ini untuk mengambil sikap karena perang saudara ini, dialog antara Raja Kecik,Raja Alam, dan Raja Mahmud ditulis kan pada stanza 83 hingga 85  syair Perang Siak yang bunyinya adalah

Stanza 85. Di dalam negeri jangan berperang

Engkau tidak dapat dilarang

Jangan menjangka lara wirang

Pergilah engkau salah seorang (Donald J Goudie. Syair Perang Siak. The Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society;101)

Pada stanza 86 dari syair Perang Siak dapat dilihat perenungan dari Raja Alam karena tawaran dari Raja Kecik bahwa salah seorang anaknya harus pergi meninggalkan Kerajaan Siak, bunyi stanza 86 syair Perang Siak adalah;  

Stanza 86. Anakanda pun duduk tidak berkata

Duduk berendam dengan air mata

Sudahlah nasib untungnya kita

Hendak menanggung duka cita.

Sementara itu, di Semenanjung Malaya, Setelah Raja Kecik tidak lagi menjadi lawan Sultan Sulaiman. Intrik politik pun terjadi di Semenanjung Malaya. Sultan Sulaiman tidak senang dengan dominasi orang-orang bugis di Kerajaan Johor, terutama setelah bangsawan Bugis menjadi raja pertama dari Kerajaan Selangor. Sultan Sulaiman melihat sepak terjang bangsawan Bugis mengancam kerajaan Johor. Untuk mengurangi sepak terjang bangsawan Bugis, Sultan Sulaiman membangun koalisi dengan raja-raja Melayu yang tidak senang dengan mereka. Agar koalisi ini semakin kuat, Sultan Sulaiman menikahkan anaknya dengan pangeran Trengganu.  Pernikahan antara dua kerajaan ini memperkuat koalisi yang dibangun oleh Sultan Sulaiman (Julianti L Parani. Perantauan orang Bugis Abad ke 18;35)

 

Kuburan Sultan Sulaiman, Tanjung Pinang, Prov kepulauan Riau.

Selain Sultan Sulaiman, VOC juga tidak senang dengan sepak terjang bangsawan Bugis, kemudian, VOC dan  Sultan Sulaiman membangun sebuah koalisi untuk meruntuhkan dominasi Bugis di Kerajaan Johor.  Pada 14 Desember 1745, Sultan Sulaiman menawarkan Siak kepada VOC alasannya karena Sultan Sulaiman menginginkan kembali dominasi Kerajaan Johor atas perdagangan timah di Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya (R.O Winsted. History of Selangor. Journal of Malayan Branch of The Royal Asiatic Society;4) dan sebagai “hadiah” pada sekutu yang baru. Tawaran Sultan Sulaiman pada  VOC ini dituliskan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh Sultan Sulaiman dan utusan VOC Class De Wind, pasal dalam perjanjian ini diantaranya adalah;

  1. Negeri Siak akan diberikan kepada VOC, jika VOC memberikan bantuan kepada Sultan Sulaiman.
  2. Kontrak lama antara VOC dan Kerajaan Johor akan diberlakukan kembali (Dr. F.W.Stapel. Corpus Diplomaticum Neerlando Indicum (1726-1752);403)

Tetapi, tawaran dari Sultan Sulaiman perihal kerajaan Siak ini tidak dianggap serius oleh VOC. Gubernur Malaka, Wiliem Bernhard Albinus (1749-1753) dalam laporan yang ditulisnya mengatakan bahwa VOC belum bisa menerima tawaran untuk menyerbu Siak, karena hubungan baik dalam perdagangan antara Malaka dan Siak yang sudah terjalin (Prof. Brian Handerson. Malacca in the Eighteen entury, Two Dutch Governors Report. Journal of the Malayan branch of The Royal Asiatic Society;25).

Gubernur Albinus menawarkan, dari pada menyerbu Siak lebih baik Sultan Sulaiman fokus dengan orang- orang Bugis yang dianggapnya selama ini meresahkan dan serta Sultan Sulaiman mulai melihat sepak terjang Raja Alam di Siantan. VOC mulai gerah dengan sepak terjang Raja Alam yang membangun pasukannya di Siantan.  VOC menganalisa bahwa dendam lama antara Sultan Sulaiman dan Raja Kecik masih belum padam.

Di Kerajaan Siak, hasil keputusan pelantikan Raja Mahmud menjadi Sultan II Kerajaan Siak tidak diterima oleh Raja Alam. Sebelum Raja Kecik wafat,  terjadi perang antara Raja Alam dan Raja Mahmud. Pada perang ini, Raja Alam kalah, kemudian  Raja Alam berlayar ke Batu Bara, Palembang, dan Deli, kemudian Raja Alam mempersiapkan kapalnya di Batu Bara (Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;172) dan mengumpulkan pasukannya (Virginia Matheson ( edt ). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji;101)

Pada tahun 1746,  Raja Alam menyerbu Siak dan menyingkirkan Raja Mahmud.  kemudian, Raja Mahmud mengasingkan dirinya ke Pelalawan bersama mertuanya, Daeng Matekkuh/Daeng Mateko. Dari Pelalawan mereka berlayar mencari bantuan hingga ke Riau. Kisah pelayaran Raja Mahmud meminta bantuan kepada Sultan Sulaiman dituliskan dalam Hikayat Siak

Dan waktu itu, Yang Dipertuan Besar sudah mangkat. Maka Siak pun dapat oleh Yam Tuan Muda Raja Alam, dan Sultan Mahmud pun lari ke Pelalawan. Dan Baginda keluar dari Pelalawan, lalu masuk Riau mintak bantuan kepada Yang Dipertuan Raja Sulaiman. Segala Raja Bugis tiada mau membantu. Maka Baginda marah, lalu bertitah. Dan siapa orang boleh melarang akan aku bendak mengambil meriam dan penjajap dalam Riau ini? Bukannya orang Bugis yang punya pusaka, aku yang punya pusaka. Tiada orang boleh perduli. Dan bertitahlah Yang Dipertuan Raja Sulaiman. Biarlah, jangan dilarang kerana anak saudara kita hanya ini”

Maka Sultan Mahmud pun menurunkan penjajap serta dengan meriamnya. Dan segala rakyat persukuan disuruhnya dikumpulkan dan menyuruh ke Pulau Tujuh. Dan semuanya datang menghadap Baginda. Maka Baginda pun berangkat ke Siak. Siak dilanggar baginda, maka Siak pun didapatkan pula. (Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;173)

Saat Raja Mahmud disingkirkan oleh Raja Alam pada tahun 1746, Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah (Raja Johor) ingin menyerbu Raja Alam di Siak, Sultan Sulaiman kemudian mendeklarasikan dirinya mendukung Raja Mahmud keponakannya (Dianne Lewis. The Dutch East India Company and the strait of Malacca. 1700- 1784.;182).  Akan tetapi, rencana Sultan Sulaiman menyerbu Siak  digagalkan oleh Gubernur VOC di Malaka. Bernhard Albinus. 

Pada waktu Raja Alam memerintah di Siak pada tahun 1746, dia menunjuk anaknya, Tengku Muhammad Ali sebagai Yang Dipertuan Muda dan menikah kan Tengku Muhammad Ali dengan Tengku Embung Besar anak dari Raja Mahmud (Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;175). Pada saat meninggalkan Siak meminta bantuan ke Riau di tahun 1746, Raja Mahmud meninggalkan anak-anaknya di ibukota Kerajaan Siak.  

Pada tahun 1747, Raja Mahmud menyerbu Siak dengan bantuan Sultan Sulaiman (R.O Winstedt. A History of Johore (1673- 1800). Journal of The Malayan Branch of The Royal Asiatic Society;167). Dalam serbuan yang dilakukan oleh Raja Mahmud, Raja Alam kemudian mundur ke Petapahan. Kemudian, dengan bantuan dari Kerajaan Pagaruyung menyerbu kembali Siak. Dalam serbuan ini, Raja Alam kembali menjadi Raja. Raja Mahmud kemudian menyingkir ke Pelalawan lalu berlayar ke Riau meminta bantuan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah.  Sultan Sulaiman bersama dengan orang Riau, Trengganu, dan Pahang siap membantu Raja Mahmud. Pada perang 1747, Raja Alam kalah dan Raja Mahmud kembali menjadi Sultan Siak. 

Pada kekalahan perang di tahun 1747, dari ibukota Kerajaan Siak, Raja Alam berjalan kaki selama kurang lebih satu bulan menuju Batu Bara. Setiba di Batu Bara Raja Alam menetap sementara. Perjalanan Raja Alam menuju Batu Bara dikisahkan dalam Hikayat Siak yang berbunyi;

“Maka tolong Baginda pun segeralah lalu berjalan. Maka sampai satu bulan maka teruslah ke negeri Batu Bahara itu. Barulah baginda dapat makan. Maka Baginda mintak hantar ke Batu Bahara ,maka dihantar oleh Batak. Maka Baginda pun sampailah ke Batu Bahara, bertemu dengan anakanda baginda (Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;179)

Dalam pengasingannya di Batu Bara, Raja Alam berlayar hingga ke Siantan (sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau) untuk membangun pasukan.  Dalam Tuffat Al Nafis diceritakan bahwa pasukan raja Alam tidak terlalu kuat saat itu sehingga pada perang di ibukota Kerajaan Siak sehingga Raja Alam kalah (Virgina Matheson & Barbara Watson Andaya. The Precious Gift (Tuhfat Al Nafis) Raja Ali Haji ibn Ahmad;87)

Dalam versi syair perang Siak, Raja Alam digambarkan  meninggalkan kerajaan Siak karena pilihan hatinya. Dengan ikhlas hati Raja Alam meninggalkan kerajaan Siak dan mengembara. Perjalanan Raja Alam keluar dari kerajaan Siak digambarkan pada pada stanza 93, 94, dan 96 Syair Perang Siak dengan bunyinya

Stanza 96. Diputuskan hati oleh Baginda 

Meninggalkan Sri Paduka Ayahanda

Sebab kebesaran hati berbeda

Bercerai dengan saudara muda (Donald J Goudie. Syair Perang Siak. The Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society;102)

Pada tahun 1747, dalam pengasingannya dari Kerajaan Siak, Raja Alam mengambil alih Siantan (Timothy P. Barnard. Multiple Centres of Authority: Society and Environment in Siak and Eastern Sumatra, 1674-1827;119). Dia menjadi seorang penguasa di sarang bajak laut. Siantan sebelumnya dibawah kekuasaan Kerajaan Johor dan menjadi rumah bagi para pangeran Melayu, Bangsawan Bugis, Orang Laut, dan pelaut China. Bagi VOC, Siantan adalah sarang dari bajak laut dan mereka ini meresahkan karena sering merompak kapal kapal dagang milik VOC di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Siantan kemudian menjadi wilayah kekuasaan dari Raja Alam.

Saat sekarang, Siantan merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Narasi Raja Alam menjadi penguasa di Siantan dituliskan dalam Hikayat Siak, yang bunyinya;

“Maka Baginda pun menjadi Raja di Siantan. Dan orang Siantan tiada lagi ke Siak dan ke Riau. Segala Tokong Pulau pun sudah mengikut Raja Alam (Muhamamad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;185).

Terempak, Kab Kepulauan Anambas. Provinsi Kepulauan Riau.

Berdirinya Kerajaan Siak

“Jikalau Tuanku ke Riau, Opu-Opu itu tentu akan dahulu masuk ke dalam Riau.  Apabila Tuanku melanggar dia jika dia sesak, tentu akan diamuknya anak isteri Tuanku. Apa gunanya lagi, meskipun kita menang sekalipun anak isteri kita sudah habis” ujar Menteri Kerajaan.

Pada masa menjadi Raja Johor, Raja Kecik lebih memilih tinggal di pulau Guntung, sebuah pulau yang berada bagian hilir Sungai Siak (sekarang menjadi bagian dari Kecamatan Sabak Auh, Kabupaten Siak) daripada di ibukota kerajaan. Hal ini karena Raja Kecik ingin menguasai perdagangan komoditas dari Pantai Barat Sumatera. Saat berada di Pulau Guntung, Raja Kecik ingin melakukan kerja sama perdagangan dengan VOC di Malaka (Zwardecron 6 Desember 1718. Generale Missiven van Gouverneurs Generaal en Raden aan Heren XVII der Verenigde Oost Indische Compagnie;362)

Di waktu Raja Kecik memerintah terjadi dualisme kepemimpinan di Kerajaan Johor. Ada kubu Raja Kecik/Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah dan ada kubu Datuk Bendahara Abdul Jalil/Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Karena pembagian kekuasaan, terjadi kemelut di Kerajaan Johor akibat dualisme kepemimpinan ini, dalam kemelut ini, Tengku Tengah/ Tun Erang, kakak dari Tengku Kamariah isteri dari Raja Kecik membuat sebuah siasat. Dia menculik Tengku Kamariah isteri dari Raja Kecik. Penculikan dari Tengku Kamariah ini dituliskan dalam Hikayat Siak dan Tuffat An Nafis. Dalam Hikayat Siak dinarasikan

“ Dan waktu Duli Yang Dipertuan lagi tengah sembahyang Isya. Dan isteri tidak boleh jauh duduk dekat Baginda jua. Dan Raja Tengah pun masuk dari penangga. Raja Tengah sampai di pintu tengah. Maka kelihatan Tengku Kamariah duduk dekat baginda lagi sembahyang. Maka lalu dilambai oleh Raja Tengah. Maka Tengku Kamariah pun datang mendapatkan saudaranya lalu dibawak oleh Raja Tengah turun. Lalu keluar kota, pulang ke istananya (Muhammad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;160).

Dalam tuffat an nafis, penculikan ini dinarasikan sebagai berikut;

“Maka dalam hal itu, berjalanlah Tengku Tengah itu ke Istana Raja Kecik, lalu diambilnya Tengku Kamariah itu ke rumahnya waktu Raja Kecik itu tengah sembahyang” (Virginia Matheson (edt). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji;56). 

kuburan Raja Kecik di Buantan, Kab. Siak. Provinsi Riau.

Penculikan yang dilakukan oleh Tengku Tengah menyebabkan Raja Kecik menyerbu Datuk Bendahara Abdul Jalil. Raja Kecik menyerbu Datuk Bendahara Abdul Jalil hingga mundur ke Trengganu, setelah 3 tahun di Trengganu. Datuk Bendahara membuat negeri di Kuala Pahang. Peristiwa penyerbuan oleh Raja Kecik ini terjadi pada tahun 1719. Di tahun ini,  Kerajaan Johor terbagi atas tiga pemerintahan. Trengganu dan Pahang dalam kekuasaan Datuk Bendahara Abdul Jalil, Siak, Batu Bara, dan Bengkalis dalam kekuasaan Raja Kecik, dan  Selanggor, Kelang, dan Lingga berada dalam kekuasaan Daeng Marewa dan Daeng Menampok (Leonard Y Andaya. The Kingdom of Johor 1641-1728;285)  

Setelah Datuk Bendahara meninggalkan Johor. Raja Kecik kemudian memindahkan ibukota kerajaan Johor ke Pangkalan Rama, Hulu Sungai Riau (sekarang menjadi bagian dari kota Tanjung Pinang, ibukota Provinsi Kepulauan Riau) (Haji Buyong bin Adil. Sejarah Johor. Dewan Bahasa dan Pustaka.Kementerian Pelajaran Malaysia. Kuala Lumpur.109).  Di Pangkalan Rama, Raja Kecik mendirikan sebuah istana. Dalam Tuffat An Nafis dinarasikan bahwa Istana yang dibangun oleh Raja Kecik ini berlawangkan emas (Virginia Matheson (edt). Tuhfat Al Nafis,Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji;56)

Saat berada di Riau, Raja Kecik memanfaatkan posisi Riau yang strategis. Raja Kecik meningkatkan perdagangan komoditas . Pada tahun 1719, Raja Kecik menyurati VOC di Malaka untuk mengizinkan pedangang Tionghoa dan India berdagang di Pangkalan Rama. Raja Kecik memanfaatkan posisi ibukota kerajaan yang menjorok kedalam dan tidak berada di tepi pantai dengan membangun benteng benteng pertahanan (Leonard Y Andaya. The Kingdom of Johor 1641-1728;287).

Sementara itu, Datuk Bendahara dalam pengungsiannya di Pahang, dijemput oleh Raja Kecik.  Raja Kecik memberikan titah kepada Laksamana dan Sri Bijawangsa untuk menjemput Datuk Bendahara. Dengan menggunakan lima buah kapal, Laksmana menjemput Datuk Bendahara. Tengku Kamariah masih berada dalam tahanan Datuk Bendahara. Dalam Tuffat An Nafis, diceritakan bahwa Datuk Bendahara Abdul Jalil dibunuh oleh Laksamana Nakhkoda Sekam atas perintah Raja Kecik (Virginia Matheson (edt). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji;57).

Pangkalan Rama, Hulu Sungai Riau, Tanjung Pinang, Prov. Kepulauan Riau.

Sedangkan dalam narasi Hikayat Siak dinarasikan bahwa Datuk Bendahara dibunuh oleh Seri Bija Wangsa (Muhammad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;161). Terbunuhnya Datuk Bendahara meninggalkan duka yang dalam. Datuk Bendahara Abdul Jalil dimakamkan di Kuala Pahang. Raja Sulaiman membawa dendam atas kematian ayahnya. Raja Sulaiman, Tengku Tengah, Tengku Kamariah, dan Tengku Mandak dibawa oleh Nakhoda Sekam ke Hulu Sungai Carang. Raja Kecik menetap di Riau/ Sungai Carang setelah meninggalnya Datuk Bendahara dan kembali bertemu dengan Tengku Kamariah. Peristiwa meninggalnya Datuk Bendahara Abdul Jalil terjadi pada tahun 1720 (Haji Buyong bin Adil. Sejarah Johor. Dewan Bahasa dan Pustaka.Kementerian Pelajaran Malaysia. Kuala Lumpur;111).

Kuburan Raja Sulaiman, Tanjung Pinang. Prov Kep. Riau

Dibakar oleh rasa dendam untuk mengusir Raja Kecik, Sultan Sulaiman meminta bantuan lima orang bangsawan Bugis. Raja Sulaiman menulis surat kepada lima bangsawan Bugis yang saat itu sedang berada di Matan (sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Kayong, Provinsi Kalimantan Barat). Menjawab surat meminta bantuan dari Raja Sulaiman, lima bangsawan bugis bersama 1000 orang pasukannya membantu Raja Sulaiman. 

Lima bangsawan Bugis yang membantu Raja Sulaiman adalah  anak dari Opu Tenri Burong Daeng Rilaka, Bangsawan Kerajaan Luwu, sepupu dari Raja Bone. Kelima bangsawan ini adalah;

  1. Opu Daeng Perani
  2. Opu Daeng Menambun
  3. Opu Daeng Marewa/ Kelana Jaya Putra
  4. Opu Daeng Cela’,dan
  5. Opu Daeng Kamase (Hans Overbeck.Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja – Rajanya. Journal of Malayan Branch of The Royal Asiatic Society;350)
Kuburan Daeng Celak, Tanjung Pinang, Provinsi Kep. RIau

Sebelum menjadi Bangsawan di Kerajaan Johor, lima bangsawan Bugis ini berkelana hingga Siantan. Di Siantan (sekarang menjadi bagian Kabupaten Kepulauan Anambas ), Opu Daeng Perani menikah dengan anak Kari Abdul Malik, seorang bugis yang bergelar Nakhoda Ilang/Elang. Lima Bangsawan Bugis ini kemudian berlayar menuju Kamboja. Dari Kamboja  kemudian mereka kembali ke Siantan. Saat Daeng Perani berlayar, isteri Daeng Perani melahirkan anak laki laki yang diberi nama Daeng Kemboja. Daeng Kemboja kelak menjadi Yang Dipertuan Muda III Kerajaan Johor. Saat berada di Siantan. Daeng Perani kemudian dikarunai anak perempuan yang diberi nama Dahing Khadijah/Tijah. Kelak, anak perempuan ini menikah dengan Raja Alam, Raja IV Kerajaan Siak (Lisyawati Nurcahyani dan Asnaini. Jalur- jalur Pelayaran dan Pengaruh Kedatangan Lima Opu Daeng Bersaudara di Tanah Melayu;63).

Untuk memperkuat ikatan antara Bugis dan Kerajaan Johor, Sultan Sulaiman dan lima Opu Daeng membuat perjanjian, isi perjanjian ini diantaranya adalah bahwa apabila lima Opu berhasil mengembalikan kekuasaan Sultan Sulaiman, maka Sultan Sulaiman dan keturunanyamenjadi Yang Dipertuan Besar/ Yam Tuan Besar/Raja dan salah satu dari Opu dan keturunannya menjadi Yang Dipertuan Muda/Yam Tuan Muda/ Perdana Menteri. Perjanjian ini disetujui oleh Sultan Sulaiman. 

Peperangan antara Raja Sulaiman bersama lima bangsawan Bugis dengan Raja Kecik berlangsung dari Pengujan (sekarang menjadi Desa Pengujan, Teluk Bintan, Kepulauan Riau), Pulau Bayan (sekarang menjadi bagian Tanjung Pinang, provinsi Kepulauan Riau), Pulau Penyengat (sekarang menjadi bagian dari Tanjung Pinang,provinsi Kepulauan Riau), dan Tanjung Bemban (sekarang menjadi bagian dari Batam, Provinsi Kepulauan Riau). Pasukan Bugis dipimpin oleh Daeng Marewa,to Allip, to Assa, Haji Sore, dan Daeng Menampok (Leonard Y Andaya. The Kingdom of Johor 1641-1728;292).  Setelah perang selama dua hari, benteng yang dibangun oleh Raja Kecik di Riau  hancur dan Raja Kecik kalah. Kemudian, Raja Kecik berlayar menuju Lingga. Di Lingga kembali diserbu kembali oleh pasukan bangsawan Bugis. 

Gunung Daik, Kab Daik Lingga, Prov. Kepulauan Riau.

Penyerbuan bangsawan Bugis ke Raja Kecik dan mundurnya Raja Kecik hingga Lingga, dituliskan pada Tuffat An Nafis, yang bunyinya; 

“ Dan Pulau Bayan pun dapat diamuk oleh Bugis-Bugis yang dari Tanjung Pinang itu. Maka Opu-Opu itu pun turun dari gurabnya, lalu mengusir Raja Kecik yang lari ke Pulau Penyengat itu. Syahdan apabila Raja Kecik melihat perahu-perahu Bugis menuju Pulau Penyengat, maka ia pun menarik layar lalu berlayarlah dengan dayung dayungnya menuju negeri Lingga” (Virginia Matheson (edt). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji;61).

Dalam Pertempuran antara Raja Kecik dan Bangsawan Bugis di Pulau Lingga. Bangsawan Bugis melakukan siasat. Pasukan Daeng Menambun dan Daeng Marewa menyerbu Lingga dan pasukan Daeng Perani, Daeng Marewa, dan Daeng Celak mundur perlahan lahan dan kembali ke Riau. Setelah mendengar kabar bahwa pasukan Bugis sudah berada di Riau, Raja Kecik keluar dari Lingga dan berlayar ke laut. Di atas kapal, Raja Kecik bermusyawarah dengan para petinggi kerajaan. Dialog antara Raja Kecik dan para bangsawan kerajaan di ceritakan dalam Tuffat An Nafis;

Baik mengikut ke Riau akan Opu-Opu itu atau baik ke Siak menambah pasukan?” ujar Raja Kecik

“Jikalau Tuanku ke Riau, Opu-Opu itu tentu akan dahulu masuk ke dalam Riau.  Apabila Tuanku melanggar dia jika dia sesak, tentu akan diamuknya anak isteri Tuanku. Apa gunanya lagi, meskipun kita menang sekalipun anak isteri kita sudah habis” ujar Menteri Kerajaan. (Virginia Matheson (edt). Tuhfat Al Nafis;66)

Mendengar nasihat dari pembesar Kerajaan, Raja Kecik pun memilih untuk berlayar kembali ke Siak dan mendirikan Kerajaan Siak.  Dalam Hikayat Siak kekalahan Raja Kecik di Lingga ini juga dituliskan dengan narasi yang  hampir sama. Narasi dalam Hikayat Siak adalah’

“Baik kita langgar atau kita baik kita amuk” tanya Raja Kecik. 

“Jikalau kita langgar, niscaya tidak dapat paduka adinda. Dan baiklah kita memberi surat kepada paduka adinda ke Riau, akan Duli Yang Dipertuan, naiklah ke Siak membuat negeri dahulu akan tempat duduk kita. Barang kita sudah tetap, barang mana titah Yang Dipertuan, patik Kerjakan” ujar Menteri Kerajaan. (Muhammad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam;164).

Raja Kecik tidak bisa menyerbu Riau karena khawatir dengan Tengku Kamariah yang masih dalam tawanan dan  sedang hamil tiga bulan. Raja Kecik  memilih  berlayar ke Bukit Batu (sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Bengkalis) kemudian ke Buantan dan mendirikan Kerajaan Siak. Raja Kecik meninggalkan sementara Tengku Kamariah di Riau. Raja Kecik dilengserkan sebagai Raja Johor dan digantikan oleh Sultan Sulaiman. 

Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.

Setelah berhasil mengusir Raja Kecik, lima bangsawan Bugis ini menjadi petinggi penting dari kerajaan Johor dan beberapa kerajaan di Pulau Kalimantan. Opu Daeng Menambun kelak menjadi Raja Mempawah bergelar Pangeran Emas Surya Negara, Opu Daeng Marewa menjadi Yam Tuan Muda Riau, Opu Daeng Cela’ menjadi Yam Tuan Muda Riau kedua, Opu Daeng Kemase menjadi Pangeran Mangkubumi di Sambas, dan Opu Daeng Perani memilih berada di Siantan (sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau) (Leonard Y Andaya. The Bugis Makassar Diaspora;127), Daeng Perani kemudian meninggal di Kedah saat berperang dengan Raja Kecik (Hamka. Sedjarah Islam di Sumatera;12)

Pada tahun 1722 (Timothy P. Barnard. Multiple Centres of Authority;103), di Buantan, bagian tengah sungai Siak. Raja Kecik mendirikan kerajaan Siak.

Saat membuka Buantan, Raja Kecik menyadari bahwa di daerah yang dibuka menjadi ibukota Kerajaan sudah ditempati  orang asli jauh sebelumnya. Raja Kecik bersama menterinya membuat kesepakatan mengenai hak dan pewarisan tanah pertanian sehingga orang asli tidak menaruh curiga. Kerajaan Siak yang didirikan oleh Raja Kecik mengakomodir keberagaman di seluruh wilayah Kerajaan Siak. 

Dibukanya Buantan sebagai ibukota Kerajaan Siak, dinarasikan dalam syair perang Siak pada stanza 52 dan 53 yang bunyinya

Stanza 52. Di Buantan dititahkan memuat negeri

Orang menebas sehari hari

Kayunya banyak akar dan duri

Tidaklah guna banyak berperi

Stanza 53. Hutan ditebas sudahlah terang

Rumah diatur seberang menyeberang

Negeri Buantan zaman sekarang

Ramainya bukan sebarang barang

(Donald J Goudie. Syair Perang Siak. Malaysian Branch of The Royal Asiatic Society.;92)

Buantan menjadi pusat perdagangan baru di pantai Timur Sumatera Timur pada saat itu. Raja Kecik memaksimalkan perdagangan antara Siak dan Malaka. Pedagang dari India dan Tionghoa datang berdagang di Buantan. Utusan VOC mulai masuk dan berbisnis dengan Raja Kecik. Ramainya Bandar Buantan dinarasikan dalam syair perang Siak pada stanza 62 hingga 64, 

Stanza 62 Ramainya negeri tidak terkira

Sesaklah lorong pekan pesara

Tidaklah lagi yang huru hara

Serta adil dengan bicara

Stanza 63 Lorong sampai kanan kiri

Tidaklah boleh meluluskan diri

Budak penjaja yang gahari

Banyaknya tidak lagi terperi

Stanza 64 Berapa kedai Keling dan Cina

Banyaknya tidak terpernama

Sekalian dagang ada disana

Berniaga sekalian mulia dan hina

Buantan menjadi pusat perdagangan baru di pantai Timur Sumatera Timur pada saat itu. Raja Kecik memaksimalkan perdagangan antara Siak dan Malaka. Pedagang dari India dan Tionghoa datang berdagang di Buantan. Utusan VOC mulai masuk dan berbisnis dengan Raja Kecik

Raja Kecik Menjadi Raja Johor.

Tuan Bujang meninggalkan Musi Rawas, kemudian ikut berperang di Jambi membantu Raja Jambi yang bergelar Sultan Maharaja. Di Jambi, paha  kiri dari Tuan Bujang tertembak, Tuan Buajng memulihkan dirinya di Jambi.  Setelah Tuan Bujang sembuh, dia kembali ke Pagaruyung. Di Pagaruyung, Tuan Bujang berganti nama menjadi Yamtuan Raja Kecik.

Setelah Sultan Johor, Sultan Mahmud II meninggal  pada tahun 1699 karena siasat Datuk Bendahara Tun Abdul Jalil. Datuk Bendahara kemudian menjadi Sultan Johor bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Tanpa sepengetahuan dari Sultan Abdul Jalil, Sultan Mahmud II memiliki seorang anak. Anak ini berada di rahim dari salah seorang selir raja yang bernama Encik Apong anak dari Datuk Laksamana. Setelah Encik Apong melahirkan seorang anak kecil, anak ini dibawa oleh Datuk Laksamana ke Raja Negara Selat, kepala Suku Laut di  Singapura. Raja Negara Selat membawa anak ini ke Temenggung Muar. Oleh Temenggung Muar, dia mengadopsi anak ini (R.O.Winstedt. The History of Johor ( 1365 – 1895). Raja Kechil and The Bugis) 

Tahun 1707, saat sudah berumur 7 tahun, anak ini dibawa ke ibukota Kerajaan Johor untuk berkunjung ke kakeknya. Sang kakek melihat bahwa ada kemiripan cucunya dengan Sultan Mahmud II. Agar tidak diburu oleh Datuk Bendahara, anak ini diitipkan oleh ke Nakhoda Malim seorang pedagang dari Kerajaan Pagaruyung (Leonard Y Andaya, Raja Kecik and the Minangkabau Conquest Johor 1718). Anak ini kemudian dilarikan ke Kerajaan Pagaruyung. Dengan terlebih dahulu melewati Jambi. Di Pagaruyung,  anak ini diberi nama Tuan Bujang oleh Nahkoda Malim dan diasuh oleh Putri Janilan. Ibu suri Kerajaan Pagaruyung (Donald J Goudie, Syair Perang Siak. A Court Poem Presenting the State Policy of a Minangkabau Malay Royal Family in Exile)

Setelah mencapai akil baligh, anak ini berganti nama menjadi  Raja Beralih (Virginia Matheson (edt). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji). Anak kecil yang dibawa ke Kerajaan Pagaruyung ini adalah Raja Kecik, Raja pertama Kerajaan Siak Sri Indrapura. Dari Pagaruyung, pada umur 13 tahun, Tuan Bujang berkelana ke Palembang. Di Palembang,  tuan Bujang menjadi pembawa tepak sirih dari Raja Lemah Abang (Virgina Matheson & Barbara Watson Andaya. The Precious gift (Tuhfat Al Nafis) Annotated translation). Tuan Bujang mengikuti Raja Lemah Abang dalam perjalanannya ke Johor dan Siantan ( sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau). 

Dalam suatu masa, Tuan Bujang meninggalkan Palembang dan kembali ke kerajaan Pagaruyung. Dalam perjalanan pulang, Tuan Bujang menikah dengan anak Dipati Batu Kucing di Musi Rawas. Anak hasil pernikahan kelak menjadi Sultan Siak ke 4 (Virginia Matheson (edt). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji). Anak dari Tuan Bujang ini bernama Radja Alam (E. Netscher. De Nederlanders in Djohor en Siak. 1602 tot 1865) saat menjadi Sultan IV Kerajaan Siak bernama Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah. Setelah menikah, Tuan Bujang meninggalkan Musi Rawas, kemudian ikut berperang di Jambi membantu Raja Jambi yang bergelar Sultan Maharaja. Di Jambi, paha  kiri dari Tuan Bujang tertembak, Tuan Bujang memulihkan dirinya di Jambi.  Setelah sembuh, dia kembali ke Pagaruyung. Di Pagaruyung, Tuan Bujang berganti nama menjadi Yamtuan Raja Kecik (Virginia Matheson (edt ). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji).

Setelah mengetahui bahwa dia adalah anak dari Raja Johor, Sultan Mahmud II, Tuan Bujang yang kemudian dipanggil dengan nama Raja Kecik ingin mengklaim haknya atas tahta Raja Johor.

Sebelum berangkat ke Johor, Putri Jamilan dan Yam Tuan Sakti memberikan bekal kepada Raja Kecik. Dia mendapatkan pedang sapu rajab dan cap kerajaan Pagaruyung. Cap ini digunakan untuk mengumpulkan pasukan di Bengkalis untuk menyerbu Johor.  Dalam Hikayat Siak dituliskan isi dari cap yang diberikan oleh Putri Jamilan kepada Raja Kecik,isi dari cap itu adalah;

“Adalah anak kita, Yang Dipertuan Raja Kecik, turun ke tanah laut. Dan hendaklah segala anak Minangkabau yang di laut, yang selilit Pulau Perca, sungai diapit oleh pasang, dan kita pulangkan aib malunya anak kita yang menanggung malu anak Minangkabau. Dan jikalau anak Minangkabau tidak mau menyertainya, baik dan jahatnya Yang Dipertuan Raja Kecik, kena sumpah. Kena bisa kawi. Dan jikalau orang Minangkabau tidak boleh mengiring hendaklah dia persembahk dua puluh rial dan setinggar selaras obat sekati”. (Muhammad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam).

Makna dari pernyataan Putri Jamilan ini adalah orang orang Minangkabau untuk siap membantu Raja Kecik, dan jika tidak memberikan bantuan, maka diberikan kutukan. Dan jika tidak bisa membantu berperang, maka diberikan bantuan obat-obatan.

Dengan cap ini Raja Kecik mengumpulkan pasukan yang berasal dari orang orang Minangkabau di pulau Bengkalis. Saat Raja Kecik berada di Bengkalis, Putri Jamilan menyurati VOC di Malaka yang mengatakan bahwa anak dari Raja Johor sudah berada di Bengkalis dan akan menyerbu Johor, kemudian  meminta Gubernur Malaka untuk memberikan bantuan amunisi dan senjata kepada Raja Kecik (Van Swoll, 20 Mart 1718. Generale Missiven van Gouverneurs Generaal en Raden aan Heren XVII der Verenigde Oost Indische Compagnie).

Makam Raja Kecik yang berada di Buantan, Kab. Siak, Provinsi Riau.

Perjalanan Raja Kecik menuju Bengkalis dinarasikan pada syair perang Siak stanza 16 hingga 19, bunyinya adalah;

stanza 16. Tidak berapa lama antara

Baginda berangkat dengan segera

Melalui hutan rimba belantara

Gundahnya tidak terkira

Stanza 17. Berapa melalui gunung dan padang 

Merasai panas bagai direndang

Berlompatan kijang rusa seladang

Lengah di sini Baginda memandang

Stanza 18. Sangatlah hairan baginda Sultan

Melihat perintah isi hutan

Sekalian binatang berlompatan

Berbagai bagai rupa penglihatan. 

Stanza 19. Di jalan pun tidak berapa hari

Sampailah Baginda Raja Bestari

Ke Tanah Bengkalis negeri yang bahri

Ramai menyongsong isi negeri (Donald J Goudie. Syair Perang Siak. Malaysian Branch of The Royal Asiatic Society).


Dari Pagaruyung, Raja Kecik menuju Siak dan Bukit Batu, di Bukit Batu, Raja Kecik berbisnis telur ikan terubuk ke Malaka. Ikan terubuk (Tenualosa macrura) merupakan ikan ikon Kabupaten Bengkalis. Bentuknya seperti ikan bandeng, berbadan ramping dengan warna sisik berpendar seperti perak.  Ikan terubuk terkenal akan telurnya yang diasinkan. Sejak akhir abad ke 17,  telur terubuk yang diasinkan sudah menjadi komoditas dari Bengkalis yang dijual di Malaka (Capt Alexander Hamilton. A New Account of The East Indies Vol II. ), pada abad ke 18, telur ikan terubuk mendapatkan julukan caviar dari Sumatera.

Pulau Bengkalis dilihat dari Pakning, Kecamatan Bukit Batu, Kab Bengkalis, Provinsi Riau.

Selain diekspor ke Malaka, telur ikan ini juga diekspor ke Penang dan Singapura, dari dua wilayah ini telur terubuk dijual hingga ke Tiongkok. Pada tahun 1894, pajak dari telur ikan terubuk yang dipanen di wilayah Kerajaan Siak sebesar 5 % dari total jumlah yang dijual (J.E Albrecht. Verzameling van Verordeningen Bepalingen en Circulaires voor de Residentie Oostkust Sumatra). Raja Kecik mengumpulkan modal dari bisnis telur ikan terubuk dan hasil hutan

Berbekal cap dari Kerajaan Pagaruyung, Raja Kecik mengumpulkan pasukan untuk menyerbu Kerajaan Johor di Bengkalis. Dari Bengkalis, Raja Kecik menuju Batu Bara (sekarang menjadi Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara).  Di Batu Bara, Raja Kecik menjadi pemimpin orang- orang Pagaruyung yang ada di sana. Saat itu, Batu Bara merupakan pelabuhan penting untuk perdagangan di Pantai Timur Sumatera dan masyarakat Pagaruyung sudah lama berdagang dan menetap disana. Dari Batu Bara, Raja Kecik mengumpulkan pasukan di Tanah Putih , Kubu (dua wilayah ini sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau),  kemudian Raja Kecik kembali ke Bengkalis. 

Nisan pada kuburan Raja Kecik yang berada di Buantan, Kab. Siak, Provinsi Riau,

Cerita Keturunan Raja Johor akan menyerang Johor juga sampai ke telinga bangsawan Bugis. Di Pulau Bengkalis, pada tahun 1717. Raja Kecik bertemu dengan Daeng Perani, Daeng Chelak dan Daeng Menampu/Raja Tua. Daeng Perani berjanji akan membantu Raja Kecik menyerbu Johor. Mereka dijanjikan akan mendapatkan jabatan jika Raja Kecik berhasil menjadi Raja Johor. Jika Raja Kecik mejadi Raja Johor, Daeng Perani akan menjadi Yang Dipertuan Muda (Muhammad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam). Akan tetapi, pada saat menyerbu Kerajaan Johor, Raja Kecik tidak melibatkan bangsawan-bangsawan Bugis  ini.  

Kabar Raja Kecik akan menyerbu Johor juga terdengar sampai ke orang- orang Laut. Raja Selat, pemimpin Orang Laut di Singapura menemui Raja Kecik di Bengkalis dan menyatakan sumpah setianya kepada Raja Kecik (Timothy P. Barnard. Celates, Rayat-laut, Pirates : The Orang Laut and Their Decline in History) dan siap membantu Raja Kecik. Raja Kecik kemudian berlayar dari Bengkalis hingga Kuala Johor. Di Kuala Johor, Raja Kecik menemui orang -orang Laut. Di depan orang-orang laut, untuk meyakinkan bahwa dirinya adalah keturunan Raja Johor, Raja Kecik memperlihatkan kemampuannya merubah air asin menjadi air tawar yang diletakkan dalam sebuah wadah. Dengan melihat kemampuan Raja Kecik, mereka percaya Raja Kecik adalah keturunan Raja Johor. Orang Laut siap membantu Raja Kecik menyerbu Johor.

Setelah mendapatkan dukungan Orang Laut,Bugis, Minangkabau, dan Melayu di Pulau Bengkalis. Pada akhir Februari hingga awal Maret 1718, Raja Kecik menyerbu Panchor, ibukota Kerajaan Johor. Setelah serbuan ini, pada 21 Maret 1718, Kerajaan Johor takluk di tangan Raja Kecik (Haji Buyong bin Adil. Sejarah Johor. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia), kemudian Raja Kecik menjadi Raja Johor selama 3 tahun dari 1718 hingga 1721 dan bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah.  Di Johor, Raja Kecik menikah dengan Tengku Kamariah. Anak dari Datuk Bendahara Abdul Jalil/ Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Dari pernikahan, kelak lahir Sultan Siak II. Sultan Mahmud Abdul Jalil Syah atau Tengku Buang Asmara. 

Cerita Raja kecik menyerbu Johor digambarkan dalam Syair Perang Siak stanza 41 sampai 44 yang berbunyi;

Stanza 41. Raja Tengah leka bercatur

Tidak didengarnya orang bertutur

Bunyi meriam seperti guntur

Tulang dan sendi sudahlah gentar

Stanza 42. Baginda pun masuk ke kuala

Bunyi meriam sangat menggila

Seperti bertih rentaka lela

Gong dan gendang serta pula

Stanza 43. Musuh datang bunyi soraknya

Catur tinggal dengan menterinya

Khabar orang tidak didengarnya

Syah dan emat disebutnya 

Stanza 44 Syah datang emat pun tiba

Raja pun turun lari ke rimba

Sana sini teraba raba

Seperti ikan dimabuk tuba. 

Pada stanza ke 46 syair perang Siak digambarkan kondisi ibukota Kerajaan Johor pada saat serbuan dari Raja Kecik

Stanza 46. Mana yang tinggal tidak menentu

Bercerai anak dengan menantu

Remuk Redam hatinya mutu

Laksana kaca jatuh ke batu (Donald J Goudie. Syair Perang Siak. Malaysian Branch of The Royal Asiatic Society).

Dalam Hikayat Siak, penyerbuan dari Raja Kecik digambarkan sebagai berikut

“ Maka Baginda pun masuk ke negeri Johor, maka dibedil orang dari kubu Johor. Maka segala meriam pun keluar air kepada mulut meriam. Satu pun tiada berbunyi. Maka baginda pun mudik, didayungkan oleh segala rakyat, sambil bertimang, berakung, lalu ke Pangkalan Rama di jambatan dalam. Maka Baginda pun melompat naik keatas jembatan . Baginda memegang pedang kerajaan bernama Sepurejab telah terunus” (Muhammad Yusoff Hashim. Hikayat Siak Legasi Tradisi Gemilang Kesultanan Melayu Islam).

Dalam penyerbuan Johor oleh Raja Kecik, Yang Dipertuan Muda kerajaan Johor meninggal karena peperangan. Setelah Yang Dipertuan Muda meninggal, maka Kerajaan Johor kalah. Takluknya  Kerajaan Johor oleh Raja Kecik digambarkan dalam Tuffat An Nafis. 

“Syahdan tatkala sudah mangkat Yang Dipertuan Muda itu, maka Johor pun alahlah. Maka keluar Sultan Abdul Jalil dari dalam kotanya pergi ke Kampung orang lainnya pula. Maka musyawarahlah Sultan Abdul Jalil itu. Baik mengamuk atau menyerahkan diri?. Maka mufakatlah segala menterinya. Baik menyerahkan diri. Maka lalulah Sultan Abdul Jalil itu pergi ke Raja Kecik dengan tiada bersenjata menyerahkan diri (Virginia Matheson ( edt ). Tuhfat Al Nafis, Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji.)

Cerita penyerbuan Raja Kecik ke kerajaan Johor  direkam oleh  Kapten Jao Tavares yang mendampingi calon Gubernur Makau saat kapalnya sedang diperbaiki di Pelabuhan Johor. Dalam catatan harian Kapten Jao Tavares diceritakan bahwa Raja Kecik mendapatkan dukungan dari Raja Manakabus (Minangkabau) dan Raja Palimbao (Palembang), tetapi jumlah pasukan Raja Kecik masih sedikit, sehingga Raja Kecik mengumpulkan pasukannya di Bancules (pulau Bengkalis). (T.D.Hughes M.C.S.A. Portugese Account of Johor. Journal Malayan Branch of Royal Asiatic Society).

Raja Muda Johor kemudian meminta bantuan dari Portugis untuk memerangi pasukan Raja Kecik, tetapi Portugis menolak. Kapten Jao Tavares menuliskan surat kepada Raja Kecik yang menginformasikan bahwa Portugis adalah sahabat Raja Johor, dan kapal mereka sedang dalam perbaikan untuk menuju Cina. Jika Raja Kecik ingin menaklukkan Kerajaan Johor, kapal milik raja Kecik harus berjarak dari Kapal Portugis karena tugasnya adalah melindungi kapal (T.D.Hughes M.C.S.A. Portugese Account of Johor. Journal Malayan Branch of Royal Asiatic Society).

Lambang Kerajaan Siak di tepi Sungai Siak, Provinsi Riau,

Yang Tersisa dari Kereta Api Pekanbaru

“Van Deli Spoorweg Mjj. 100 km rails, lengten van 6.80 en m. Verder lails van S.S.S.; ZZ.SS.; S.J.S.; 0.J.S.; M.S.M.; S.D.S. (Serajoedal) en nog enkele andere maatschappijen van Java, totaal rond 400 km rails”  -Ir. J. Meyer, Chef Weg en Werken Deli Spoorweg Mij . SPOOR- EN TRAMWEGEN, 25 April 1946-

 

               Quote ini berasal dari laporan yang ditulis oleh Ir J. Meyer dari Deli Spoorweg Maatschappij, N.V ( D.S.M)  setelah Jepang menyerah kalah dan para tahanan perang di Pekanbaru dipulangkan ke negara asalnya.  Dalam catatan Meyer yang ditulis dalam majalah Spoor en Tramwegen/ kereta api dan trem tanggal 25 April 1946. 100 km panjang rel dari Deli Spoorweg Maatschappij, N.V ( D.S.M) dengan bentangan sepanjang  6,8 meter yang dibawa oleh Jepang ke Pekanbaru serta 400 km rel dari perusahaan kereta api di pulau Jawa. Selain Deli, ada rel dari S.S.S (Staatsspoorwegen ter Sumatra’s Westkust/ rel kereta api Sumatera Barat ), Z.S.S (Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen/ perusahaan kereta api Sumatera Selatan ), S.J.S ( de Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij, N.V/ perusahaan kereta api Semarang – Juwana ), O.J.S ( Oost-Java Stoomtram Maatschappij/ perusahaan kereta api Jawa Timur ), M.S.M ( Malang Stoomtram Maatschappij/ perusahaan kereta api Malang ), dan  S.D.S ( Serajoedal Stoomtram Maatschappij/  perusahaan kereta api Cilacap hingga Purwokerto). Selain rel, Jepang juga membawa 5 loko DSM dan 1 dari S.C.S ( de Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij, N.V. ). ( Ir. J. Meyer, Chef Weg en Werken Deli Spoorweg Mij . SPOOR- EN TRAMWEGEN, Utrecht. 25 April 1946 )

 

01_4
Lokomotif yang masih tersisa di Pekanbaru yang sayangnya belum menjadi cagar budaya.

 Jepang memandang projek kereta api Pekanbaru – Muaro sangat strategis sehingga sebagian rel kereta api dari pulau Jawa dan Sumatra dibawa ke Pekanbaru. Loko, rel, dan juga wesel sebagian besar dibawa dengan menggunakan kapal via sungai Siak lalu dibongkar di pelabuhan Pakanbaroe/ Pekanbaru. Ada 120.000 pekerja paksa/ romusha dan 5000 tahanan perang berjibaku membangun rel sepanjang 220 km ini.  

Di tahun 1949, Meyer kembali ke Pekanbaru, dia diperintah oleh DSM untuk mengambil lokomotif  di rimba Sumatera. Pada tahun 1944 sampai dengan 15 Agustus 1945. Meyer ikut membangun rel kereta api Pekanbaru bersama 5000 tahanan perang/p.o.w. Dalam buku The Sumatra Railroad: Final Destination Pakan Baroe, 1943-1945 karangan Henk Hovinga dituliskan. Meyer menyadari rel kereta api Pekanbaru tidak akan bertahan lama, hal ini karena pembangunan yang dilakukan Jepang dilakukan secara sembarangan. Saat operasi pemindahan lokomotif di Pekanbaru. Meyer dan timnya memperbaiki sebagian kecil jalur yang sudah hancur agar bisa dilewati lokomotif. Setelah lokomotif yang diapungkan melewati sungai Kampar Kanan di dekat Tratak Buluh. Dua lokomotif milik DSM melintasi rel yang dibangun oleh Meyer hingga ke Pelabuhan Pakanbaroe.  Dengan menggunakan kapal, lokomotif  milik DSM kembali pulang ke Deli ( The Sumatra Railroad: Final Destination Pakan Baroe, 1943-1945, Henk Hovinga ).  Setelah selesai pembangunan, hanya dua kali kereta api melintasi rel kereta.  Saat tes jalur dan saat pulang ke Deli. 

 

P1050232
Rel kereta api yang masih tersisa di Pekanbaru.  Di depan Bank BRI, jalan Juanda.

Pada tanggal 12 hingga 30 Januari 1952, insinyur Belanda, T.A.M Koster berkunjung ke Pekanbaru.  Ada keinginan  merestorasi jalur kereta api Pekanbaru – Muaro oleh Pemerintah Indonesia. Dalam laporan yang dituliskan oleh Koster, ada 142 km jalur bisa diselamatkan. Jalur itu adalah  jalur Pekanbaru – Logas. Turut dalam rencana jalur ini  adalah jalur kereta api menuju tambang batu bara di Tapui ( sekarang bernama desa Tapi,Kab. Kuantan Singingi, Prov Riau ). Dalam perhitungan Koster ada 1000 ton batu bara yang bisa dibawa setiap hari dari Tapoei ( desa Tapi ). 

P1050235
Sisa rel yang berada di bawah jembatan di Jalan Lokomotif.

Rencana ini hanyalah sebatas rencana, jalur kereta api yang menghubungkan sisi barat dan timur kembali mentah,  hal ini karena situasi politik di Indonesia yang tidak memungkinkan saat itu. Jepang yang sempat mencicipi batu bara di desa Tepi. Kurang lebih 120.000 ton sudah dibawa oleh Jepang ke Singapura. 

Dalam perjalanan pulang menuju ke Pekanbaru, perjalanan lokomotif  DSM di mulai dari Teratak Buluh ( Camp 3 ), Simpang Tiga ( Camp 2 A ), Jalan Kereta Api, Jalan Sudirman di depan Hotel Pangeran ( di dekat Camp 2 ), Jalan Kopan, Jalan Lokomotif, lalu Tanjung Rhu ( Camp 1 ).  Ini adalah rute jalur kereta api Pekanbaru yang dibangun Jepang. Sayangnya, di tahun 1970, tangan jahil mem besi tuakan rel kereta api ini secara terorganisir. 220 km jejak sejarah punah ranah.

P1050267
Jalan Lokomotif yang ditahun 1945 merupakan jalan kereta api Pekanbaru – Muaro sepanjang 220 KM.

 

P1050256
Lengkungan  rel dan Bukit bekas galian pembangunan rel kereta api Pekanbaru Muaro sepanjang 220 Km.

 Ada isu sentimentil saat rel kereta api ini dibesituakan. “ Ini milik penjajah ni. Ya bolehlah”. Hal ini saya tangkap saat wawancara dengan salah satu saksi mata pembangunan rel kereta api survei Pekanbaru – Muaro, di daerah Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Isu ini menjadi pembenaran saat loko Hanonmag dibelah di camp 14, sekitar Taluk Kuantan dan rel kereta api di kota Pekanbaru dibongkar.  Untungnya, masih ada rel kereta api Pekanbaru yang masih bisa dilihat. Diantaranya berada di depan Bank BRI jalan Juanda, di tembok samping pagar PT Telkom Jalan Sudirman, dan di bawah jembatan di Jalan Lokomotif. Khusus di jalan Lokomotif, cobalah berhenti sebentar sembari merenungi lengkungan jalan Lokomotif dan bukit yang berada di kiri jalan. Bukit ini adalah bekas galian dari para Romusha dan tahanan perang, di tahun 1943 s.d 1945 jalan lokomotif adalah segmen jalur kereta api Pekanbaru – Muaro  

 

01_9
Bekas rel kereta api Pekanbaru yang berada di samping tembok PT Telkom di Jalan Sudirman.

 

01_7
Cap dari KRUPP 1899 dari sisa rel kereta api Pekanbaru yang berada di samping tembok PT Telkom, di Jalan Sudirman.

Rel rel yang masih tersisa di Pekanbaru berlogo Krupp 1889 dan S.S.S. Krupp merupakan perusahaan pengolahan baja berasal dari Jerman, dan cap S.S.S berasal dari S.S.S ( Staatsspoorwegen ter Sumatra’s Westkust/ rel kereta api Sumatera Barat ).  Sayangnya, sampai hari ini. Rel dan loko yang tersisa belum dijadikan sebagai cagar budaya kota Pekanbaru. Kejadian tahun 1970 belum membuat kita jera perihal pengabaian jejak sejarah.

 

01_8
cap dari S.S.S ( Staatsspoorwegen ter Sumatra’s Westkust/ Perusahaan kereta api Sumatera Barat ) yang bisa dilihat di samping tembok PT Telkom Jalan Sudirman. 

Camp Rumah Sakit Dalam Rimba

Di  persimpangan antara jalan Sudirman dan Jalan Brigjen Katamso/ jalan Pandan terdapat sebuah gudang tua yang sekarang menjadi tempat usaha Tong Susu.  Tempat ini, sekitar tahun 1980-an adalah gudang penyimpanan karet alam sebelum diekspor. Jika ditarik hingga tahun 1944 hingga tahun 1945. Gudang ini dan jalan Sudirman yang adalah saksi bisu dari Jalan kereta api yang menelan korban paling besar saat pendudukan Jepang. Jalan kereta ini dikenal dengan nama Pakanbaroe spoorweg. Jalur kereta api sepanjang 220 km dari Muaro Kalaban di Sumatera Barat ke kota Pekanbaru. Rel ini  untuk membawa batubara dari Muaro ke Singapura via Pekanbaru. Pada tahun 1944 sampai dengan tahun 1945. Saat pembuatan rel kereta, gudang ini adalah Camp 2 yang berfungsi sebagai rumah sakit darurat.

 

pakanbaroe spoor (12 of 45)
Camp Dua yang kemudian menjadi Gudang Karet. Tahun 2018, gudang ini menjadi Tong Susu. 

 

pakanbaroe spoor (16 of 45)
Camp Dua yang kemudian menjadi Gudang Karet. Tahun 2018, gudang ini menjadi Tong Susu. 

Awalnya camp ini hanyalah bedeng darurat dari romusha/ pekerja paksa selama proses pembuatan tanggul untuk jalur kereta api.  Pada 24 Mei 1944, 150 orang tahanan perang/ p.o.w yang berjalan dari Camp 1, melihat barak kecil di tepi embankment/ tanggul. Salah p.o.w melihat ada romusha yang sedang sekarat di  bedeng dan ditinggalkan begitu saja. Kondisinya romusha babak belur setelah dihajar habis habisan.. Dr. Richard Neils, seorang dokter yang berada di dalam rombongan ini mencoba menolong, tetapi, sudah terlambat. Captain F.B. Van Stern yang merupakan komandan dari Sekutu meminta beberapa p.o.w menggali tanah di sekitar camp  ini dan  menguburkan dengan layak romusha yang meninggal. Dibawah pengawasan  mandor dari Korea dan Tentara Jepang dan di antara debu, lumpur, kalajengking, dan laba laba. P.O.W merapikan bedeng. Kemudian, bedeng ini menjadi rumah sakit darurat dan diberi nama Camp 2.  Bernard. J. Wolters salah seorang p.o.w di Camp 2 menceritakan bahwa dibutuhkan enam volunter untuk membuat kakus disini. 

 

pakanbaroe spoor (32 of 45)
Lay Out Camp 2. Copyright NIOD/ Institute for War, Holocaust, and Genocide Netherland. 

Dalam suatu waktu, Camp 2A yang berada di dekat Simpang Tiga, hancur terkena banjir bandang.  Semua yang berada di Camp 2 A dievakuasi menuju Camp 2, dr Neils dan Captain Van Stern memimpin evakuasi. Kurang lebih 300 orang dievakuasi ke Camp 2. Akibatnya, Camp 2 semakin penuh.Perlakuan Jepang di Camp 2 sangat buruk. Van Ramshorst salah seorang dokter di Camp 2  menuliskan di sini, para p.o.w hanya mendapatkan 800 calorie/ day. Padahal, orang- orang Eropa membutuhkan 3600 calorie/ day. Pasokan calorie hanya  didapat dari sup, telur ataupun pisang, sumber protein berasal dari  ular, biawak, tikus, dan monyet dan belatung. Camp 2 juga memiliki fasilitas kesehatan yang sangat buruk, saking daruratnya, saat operasi amputasi mereka hanya menggunakan gergaji dan sedikit obat bius ( Henk Hovinga “ The Sumatra Rail Road, Final Destination Pakanbaroe 1943- 1945” ). Selain makanan sangat kurang dan fasilitas kesehatan yang sangat buruk. di Camp Dua, ancaman dari hewan buas juga ada. Pada awal bulan Agustus 1945, sebelum Jepang menyerah, seekor kambing yang menjadi suplai daging untuk para tahanan hilang, setelah di investigasi, terlihat jejak harimau di sekitar pagar Camp 2. Penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian dari p.o.w  adalah malaria dan disentri. 

 

pakanbaroe spoor (30 of 45)
Suasana Camp 2. Copyright NIOD/ Institute for War, Holocaust, and Genocide Netherland. 

pakanbaroe spoor (41 of 45)
Suasana  Camp 2. Copyright NIOD/ Institute for War, Holocaust, and Genocide Netherland. 

Meskipun Camp 2 adalah rumah sakit. Namun, penyiksaan dari penjaga dari Korea kepada p.o.w masih dilakukan. Salah satu saksi mata di Camp 2 pernah melihat bahwa penjaga Korea memasukkan pensil ke telinga salah seorang korban hingga menghancurkan gendang telinga. Dokter Van Lawick dalam memoarnya menuliskan “ pukulan, tendangan, dan dihantam popor senjata sering dilakukan oleh penjaga kepada para kami.  Bahkan,  kami sering dipaksa berkelahi sesama karena itu adalah bentuk hukuman”.  

 

pakanbaroe spoor (42 of 45)
Suasana di Camp 2.  Copyright NIOD/ Institute for War, Holocaust, and Genocide Netherland. 

 

pakanbaroe spoor (45 of 45)
Prosesi pengobatan di Camp 2. Copyright NIOD/ Institute for War, Holocaust, and Genocide Netherland.  

 

Di sekitar Camp 2, para p.o.w yang meninggal dikuburkan. Sayangnya, jejak kuburan dan wujud camp sudah tidak ada lagi. Terutama setelah rel kereta api dikilokan sekitar tahun 1970. 

Camp Pekerja di Tepi Sungai Siak.

Sekitar bulan Maret di tahun 1943. Rombongan pertama dari pekerja paksa/ romusha yang diberangkatkan oleh Jepang dari pulau Jawa, tiba di tepi sungai Siak kota Pekanbaru. Di atas kapal dalam perjalanan menuju Pekanbaru, mereka tidak menyadari apa yang akan mereka temui di Sumatera Tengah. Sebelum Jepang masuk ke Sumatera, Pemerintah Hindia Belanda melakukan penelitian dan survei perihal jalan kereta api menghubungkan antara Pekanbaru dan Muaro Kalaban. Jalur ini rencananya untuk mengangkat batu bara dari Sawahlunto menuju Singapura. Tetapi, pembangunan jalur ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dibutuhkan kurang lebih 46 juta gulden.  Dengan alasan biaya konstruksi yang mahal, efisiensi dana, resesi dunia, dan mulai bersaingnya antara mobil dan kereta api menyebabkan jalur ini tidak dibangun Belanda.  

Screen Shot 2020-05-27 at 16.16.16
Pakanbaroe rail road, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”

De Pakanbaroe Spoor_2
Romusha yang bekerja membuat rel kereta api Pekanbaru.

Saat menduduki Sumatera, cetak biru jalur kereta api ini diambil Jepang. Dalam waktu 2 tahun sisi bara dan timur Sumatera bisa tersambung. Ide membangun dengan menggunakan tenaga kerja paksa/ romusha sudah direncanakan Jepang sejak bulan Februari 1942. Komite investigasi Jepang yang menyelidiki semua jajahan di sisi selatan menyimpulkan bahwa Jawa adalah kunci utama dalam menyediakan jumlah tenaga kerja.  Hal ini karena populasi penduduk yang padat dan dapat diakses dengan mudah di Asia Tenggara, (“The Labour Recruitment of Local Inhabitants as Romusha in Japanese-Occupied South East Asia, Melber.T, 2016”). Dengan propaganda yang dilakukan Jepang.  Ratusan ribu pemuda dari pulau Jawa tergiur untuk dimobilisasi. Kurang lebih ada 300.000 pekerja paksa yang dikirim dari Jawa untuk kerja paksa selama 3 tahun pendudukan Jepang. Jalur kereta api antara Saketi dan Bayah di Banten sepanjang 89 km, Jalur kereta api Burma- Siam/ Thailand sepanjang 410 km, dan Jalur kereta api Pakanbaroe – Moaroe sepanjang 220 km adalah beberapa projek di zaman pendudukan Jepang yang menggunakan tenaga kerja romusha. Dari tiga projek ini, jalur Pakanbaroe – Moearo sepanjang 220 km memiliki korban terbanyak. Kurang lebih 120 ribu romusha yang dikirim saat itu ke Pakanbaroe. 

ddd_010475103_mpeg21_p002_image
tugu memperingati kematian romusha di Bayah, Banten. 

 

Saat di Pekanbaru, pekerjaan pertama yang dilakukan romusha adalah membangun embankment/ tanggul untuk persiapan jalur kereta api Pekanbaru – Muaro. Mereka bekerja dalam teror dari nyamuk malaria, harimau, buaya di sungai Siak, kelaparan, mandor korea yang kejam, dan hutan rimba. Untuk membujuk romusha bekerja ke Sumatera. Jepang mengatakan, setiap hari per orang mendapat 400 gram beras, 20 gram gula, 15 gram garam, 3 gram teh, 200 gram sayur, 50 gram kacang kacangan, dua kali seminggu makan daging seberat 100 gram dan dua kali seminggu ikan asin seberat 50 garam. Faktanya ini adalah bohong belaka. Romusha diperas hingga ke tulang.

 

Pada bulan Mei 1944, tepatnya 19 Mei 1944. Setelah menggunakan truk selama hampir 9 jam  dari Stasiun Payakumbuh, tahanan perang tiba di Pekanbaru. Tahanan perang yang berasal dari pulau Jawa ini berkewarganegaraan Belanda, Inggris, Selandia Baru, Australia, dan Amerika Serikat. Rombongan tahanan perang/ p.o.w yang datang tanggal 19 ini adalah rombongan pertama yang bekerja membuat rel kereta api. Mereka tiba di camp yang sebelumnya menjadi barak pekerja survei Netherlands Pacific Oil Maatschappij/ NPPM/ Chevron saat sekarang.  Di Tahun 1943, camp pekerja ini menjadi camp romusha.  P.O.W menyebut camp ini dengan nama Camp I. Letnan Vennik, salah seorang p.o.w yang dikirim ke camp I  menyebutkan bahwa di Camp I dia melihat romusha yang ditinggalkan begitu saja dalam kondisi tubuh yang tinggal tulang saja. P.O.W di Camp I berusaha menyelamatkan romusha. Namun, romusha yang tersisa di Camp I semuanya meninggal. Camp I berada di dekat jembatan Siak IV, di daerah Tanjung Rhu, Kota Pekanbaru. 

Screen Shot 2020-05-28 at 15.44.09
Photo udara Camp 1 olehh British Royal Air Force, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”

Screen Shot 2020-05-28 at 16.25.28
Peta jalur kereta api Pekanbaru, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”

Di Camp I, p.o.w membangun kembali camp  yang sudah roboh. Di Camp I tidak ada makanan dan air minum. Mereka harus meminum air yang berasal dari Sungai Siak dan makan apa yang bisa mereka temui.  Para tahanan perang menyebut Camp ini dengan sebutan Camp “Bersenang senang dengan lumpur”. Dalam buku Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”  Bernard Schoonberg, salah satu tahanan perang mengatakan “ Rawa penuh dengan nyamuk, lalat, dan serangga. Camp ini hancur total, Kodok tidak ada di selokan karena sudah habis dimakan sebelumnya. Selokan penuh  dengan berak dan baunya sangat busuk”.  Ada 14 camp dari jalur kereta api Pekanbaru – Muaro yang dibuat oleh Jepang. Di kota Pekanbaru ada tiga camp. Camp I, Camp II, dan Camp IIA. Semua divisi teknis untuk kereta api di bangun di Pekanbaru. Bahkan Jepang membangun bengkel untuk lokomotif.  14 camp ini dipimpin oleh Capt.  Miyasaki

Screen Shot 2020-05-28 at 16.18.20
Sketsa Suasana di Camp 1, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”

Screen Shot 2020-05-28 at 16.07.07
sketsa p.o.w membangun rel kereta api Pekanbaru, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”

 

Pasokan rel kereta api untuk jalur kereta api Pekanbaru – Muaro diambil dari Deli Spoorweg Maatschappij ( perusahaan kereta api Deli ), Semarang- Chirebon Stoomtram Maatschappij ( Perusahaan kereta dan trem Semarang- Chirebon ), Malangse Stoomtrein Maatschappij ( perusahaan kereta api Malang) , dan juga dari Staatsspoorweg ter Sumatra’s Westkust (Perusahaan kereta api Sumatera Barat ). Dari Deli spoorweg, selain rel, Jepang membawa dua lokomotif Hanomag 1-B-1. Barang- barang ini dibongkar di Pakanbaroe Haven     ( pelabuhan Pekanbaru ) yang sekarang adalah Pelabuhan Pelindo 1 yang berada di Pasar Bawah. Camp 1 dipimpin  oleh Letnan Vennik. Di camp ini, perbedaan rangking antara KNIL / Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger, tentara Hindia Belanda dan tentara kulit putih tidak terlalu kentara. Berbeda dengan camp lainnya.  Di Camp I, tentara Jepang sering meminta berbagai barang mewah yang dibawa oleh para p.o.w. Yang menjadi incaran adalah jam tangan merk MIDO. Penjaga Jepang senang dengan tombol penyetel berwarna hitam di jam, jam ini terlihat elegan dan mewah. Protein untuk  menu harian di Camp I adalah ular, kodok, tikus, dan biawak dengan karbohidrat dari ubi kayu. Setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom, dan Jepang menyerah. Kabar menyerahnya Jepang baru sampai di Camp I ada tanggal 24 Agustus 1945. Meskipun menyerah, penjaga dari Korea tetap dengan brutal menghantam para p.o.w. 

Screen Shot 2020-05-28 at 17.13.30
Iklan jam tangan MIDO 1945, jam tangan ini menjadi incaran para penjaga dari Jepang di Camp 1. Copy right  MIDO

Berdasarkan catatan Palang Merah Internasional, ada sekitar 120.000 romusha yang dikirim ke Pekanbaru untuk membuat rel kereta api. Saat Jepang menyerah, yang tersisa  hanya 19.600 romusha.  Mereka ada yang bekerja di pengeboran minyak Netherlands Pacific Oil Maatschappij/ NPPM di Minas. Di tahun 2020, yang tersisa  dari Camp 1 hanyalah lokomotif yang berada di dalam dapur pada sebuah rumah di jalan Tanjung Medang, kelurahan Tanjung Rhu. Sisa dari semua bangunan teknis Jepang yang dibangun di sekitar Camp 1 sudah hancur.  Pakanbaroe Spoorweg, sebuah cerita sejarah yang dilupakan di Pekanbaru. 

De Pakanbaroe Spoor_25
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I

De Pakanbaroe Spoor_13
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I

De Pakanbaroe Spoor_23
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I

De Pakanbaroe Spoor_24
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I

Pakanbaroe Spoorweg, Sebuah Permulaan

Pada awal tahun 1870, tebersit ide dari insinyur Geologi Belanda bernama W.G. de Greve untuk  mengembangkan jalur kereta api yang membawa batu bara Sawahlunto, sebelumnya via EmmaHaven ( pelabuhan Teluk Bayur ) dialihkan ke Sumatra Tengah menuju Sungai Siak lalu Singapura. Sejak dibuka oleh Raffles tahun 1819, Singapura sudah menjadi etalase dan magnet perdagangan di Asia Tenggara  selain Penang dan Malacca. Dalam pikiran W.G. de Greve, Pakan Baroe haven ( pelabuhan Pekanbaru ) adalah tempat transit ideal dari batu bara Sawahlunto sebelum dibawa ke Singapura. 

Dia memilih Pekanbaru karena jarak Pekanbaru ke Singapura yang dekat, perdagangan Pekanbaru dan Singapura sudah terjadi sejak dibukanya Singapura oleh Raffles, dan alur pelayaran sungai Siak yang dalam. Data perdagangan batu bara di Singapura tahun 1873, terjadi transaksi perdagangan sejumlah 153.332 ton dan di tahun 1888, perdagangan batu bara di Singapura sejumlah 365.700 ton. Jika jalur kereta api di pantai timur dan pantai barat tersambung, batu bara dari Sawahlunto bisa mendapat tempat.

Screen Shot 2020-05-27 at 16.16.16
Jalur kereta api Sumatera Tengah yang menghubungkan Muara Kalaban dan Pekanbaru. Copy Right buku Henk Hovinga The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945,

 

Ide De Greve diadopsi penggantinya, insinyur W.H.Ijzermann di tahun 1891. Ijzermann melakukan ekspedisi Sungai Kuantan yang dimulai dari Muaro ( sekarang menjadi ibukota kecamatan Silungkang kota Sawahlunto ) hingga ke Siak. Ekspedisi ini dibukukan dalam buku Dwars Doors Sumatra, Toocht van Padang nar Siak di tahun 1891.  Laporan Ijzermann mengenai ide pembuatan jalan kereta api di Sumatra Tengah ditulis dalam laporan teknis “ On the construction of a railway from Ombilin Coalfields to the Siak river “ laporan ini terbit pada bulan September 1891.  Yang  ditulis dalam laporan itu diantaranya adalah;

  1. Dat de Siak Rivier van Pekan Baroe tot haar monding in

     de Brouwerstraat voor vrij diepgaande schepen (15 voet) bevaarbaar is;

     2.Dat de Oembilin-Kwantan het scheidingsgebergte tusschen

     de Bovenlanden en de vlakke streken der Oostkust doorbreekt,

     zoodat men door die rivier te volgen in voortdurend dalende

      richting een spoorweg kan aanleggen. 

  1. Sungai Siak, dari Pekanbaru hingga ke muaranya di Brouwerstraat ( Selat Panjang ) dapat dilalui oleh kapal karena alur perairan yang dalam 
  2. Antara Ombilin dan Kuantan dipisahkan oleh perbukitan ( pegunungan Bukit Barisan ) kemudian menjadi rata di bagian hulu. Jika mengikuti alur sungai. Railway bisa dibangun. 

 ( Dwars doors Sumatra, Toocht van Padang nar Siak ). 

Screen Shot 2020-05-27 at 15.27.00
rencana jalur kereta api di Sumatera Tengah. Copy right buku 50 tahun Staatspoorwagen.

 

Karena survei Ijzermann tidak ada kelanjutan. Pada tanggal 14 Juni 1907, insinyur Belanda K.J.A. Lightvoet dan E.J.C  Van Zuijlen dari Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch–Indië ( perusahaan kereta  api dan trem Hindia Belanda ) yang berkantor pusat di Bandung melakukan survei pembangunan jalur kereta api di Sumatera Tengah.  Laporan ini ditulis dalam sebuah laporan berjudul  “Rapport Der Spoorweg Verkenning in Midden Sumatra“. Dalam laporan ini ditulis kan bahwa  “prioriteit voor de indertijd door den Hoofdingenieur Ijzermaan voorgestelde lijn van Sawali Loento naar de Siak-rivier, — en de prioriteit voor eenen tramweg van Tratah Boeloeh naar Pakan Baroe, uitgegeven aan den Heer VAN RIJN VAN ALKEMADE”. Memprioritaskan jalur kereta api dari Sawahlunto menuju  Sungai Siak yang diusulkan oleh Kepala Insinyur Ijzermann dan pembangunan jalur trem dari Teratak Buluh ke Pekanbaru. Jalur kereta api yang dipersiapkan oleh Staatsspoorwegen  dari Muaro Kalaban – Taluk Kuantan – Pekanbaru adalah sepanjang 298 km. Sayangnya, laporan ini tidak dilanjutkan menjadi pembangunan rel oleh Pemerintah Belanda saat itu. Estimasi biaya pembangunan jalur kereta api Pekanbaru – Muaro Kalaban dari survei 1907 adalah 27.100.000 Gulden. 

De Pakanbaroe Spoor_1
Monumen untuk memperingati para pekerja Romusha yang bekerja di Pakanbaroe Spoorweg.

Di tahun 1920, survei jalur kereta api kembali dilakukan, kali ini oleh Pemerintah Hindia Belanda. Survei ini dilakukan oleh W.J.M Nievel, insinyur pemerintah Hindia Belanda. Survei yang dilakukan oleh Nievel dipublikasi pada tahun 1927. Nievel memilih Tembilahan sebagai pelabuhan pengumpul batu bara bukan Pekanbaru. Tembilahan adalah ibukota kabupaten Indragiri Hilir yang berada di sisi selatan Provinsi Riau dan muara dari sungai Indragiri. Jalur kereta api rencana Nievel adalah Sawahlunto –  Muara Lembu – Air Molek – dan Tembilahan.  Estimasi biaya jalur ini adalah 54.500.000 gulden dan estimasi biaya jalur kereta api Sawahlunto – Taloek Kuantan – Pakanbaroe di tahun 1928 sebesar 48.500.000 Gulden. Jika dibandingkan dengan biaya perawatan jalan Pakanbaroe – Taloek Kuantan di tahun 1928 sebesar 2.000 gulden per km, jalur  kereta api ini mahal dan tidak efektif karena hanya untuk membawa batu bara saja ( surat kabar Sumatra Boode, tahun 1928 ). Mahalnya investasi, penyakit malaria, tantangan landscape pegunungan Bukit Barisan, dibutuhkan jumlah tenaga kerja yang banyak,  great depression/ krisis ekonomi dunia, serta mulai bersaingnya kereta api dan mobil di Hindia Belanda adalah beberapa alasan kenapa jalur kereta api Sumatra Tengah  tidak dibangun oleh  Pemerintah Hindia Belanda. 

Screen Shot 2020-05-27 at 15.27.15
potongan koran laporan perihal jalur baru kereta api di Sumatra Tengah  yang dimuat di Sumatra Boode tahun 1928.

Hasil studi  jalur kereta api ini menjadi arsip , di saatJepang menjajah Indonesia, mereka mengambil data ini. Jepang menjungkirbalikkan narasi bahwa pembangunan jalur ini mahal.  Dimulai dari tahun 1943 hingga 15 Agustus 1945. Jepang membuat jalur kereta api Pakanbaroe – Muaro sepanjang 220 km. Jepang mengambil hasil survei tahun 1907 yang dilakukan oleh K.J.A. Lightvoet dan E.J.C  Van Zuijlen. Namun, mereka memotong 70 km trase di sekitar Taluk Kuantan.  Dengan menggunakan tenaga kerja yang murah dari para romusha dan tahanan perang dan rel kereta api serta loko yang diambil dari Deli spoorweg maatschappij, Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij, dan Staatsspoorwegen ter Sumatra’s Westkust  (Perusahaan kereta api Deli, perusahaan kereta api Semarang, dan perusahaan kereta api di Sumatera Barat ) jalur kereta yang menyambung pantai timur dan barat Sumatra bisa terwujud. Jalur kereta api Pakanbaroe – Muaro memiliki 14 camp dan di kota Pekanbaru ada dua camp P.O.W saat itu. Camp 1 dan Camp 2 yang sisanya hingga hari ini masih ada. Ada 120.000 romusha dan 5000 tahanan perang berkebangsaan Belanda, Inggris, Amerika, Selandia Baru, dan Australia yang menjadi korban dari pembuatan rel ini “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945, Henk Hovinga“. 

De Pakanbaroe Spoor_2
fragmen pekerja paksa/ romusha yang dijadikan pekerja oleh Jepang saat membuat jalur kereta api Pekanbaru – Muara sepanjang 220 km.

 

Makan Siang di Prince Of Wales Island.

 

                Setelah setengah hari mengelilingi kota George Town berjalan kaki dan beratapkan matahari yang menyengat.  Waktu untuk mengisi perut pun tiba. Kota warisan dunia dari UNESCO bersama Malaka ini , memiliki banyak tempat untuk  makan siang dan cemilan yang layak untuk dicoba. Saya mencoba memberikan tiga tempat makan siang tersebut;

a. Nasi Padang Minang Transfer Road. 

           Nasi Padang yang selama ini kita kenal di Indonesia, terdiri dari  nasi dengan kuah gulai yang nikmat berpadu dengan rendang yang menggoda lidah. Saat mulut mengunyah sesuap nasi, keringat tanpa terasa mengalir dan tangan akan menyapu kening karena rasa pedas yang singgah di lidah.  “ Ssh haaah” mulut ikut mendesis dalam orkestrasi ini. Di nasi padang Transfer Road yang berada di Kedai Kopi International, Kota George Town. Nasi Padang Transfer Road tidak memiliki menu makanan semeriah nasi padang di Indonesia. Namun demikian, mereka memiliki menu ikan cencaru goreng bawang yang khas. Ikan cencaru adalah  nama lain dari ikan selar. 

          Ikan ini digoreng bersama bawang yang sudah dibumbui. Daging ikan selar yang manis berpadu dengan gurihnya bawang goreng. Saat saya membuka daging bagian perut, bawang setengah matang yang dicampur dengan bumbu terlihat, bau harum tercium hidung. Semakin bersemangat saya menyuap nasi. Sayur bayam bening menambah warna warni menu di piring. Minum siang itu adalah es milo. 

1-6
Ikan Cencaru

 

1-7
daftar harga

1-8
Bungkus es milo di Nasi Padang Transfer Road. 

 

b. Nasi Kandar Line Clear

      Nasi kandar adalah nasi putih yang dimakan dengan berbagai jenis masakan kari. Biasanya yang menjual nasi Kandar adalah para pedagang Malaysia keturunan India atau Tamil. Nasi kandar jamak di temukan di Malaysia dan salah satu contoh akulturasi antara India dan Melayu di Malaysia. Jika belum terbiasa dengan “hantaman“ pada lidah karena bumbu pada kuah nasi, sebaiknya, dicicip saja satu atau dua sendok nasi  kandar pada piring temannya. Namun, jika menyenangi petualangan rasa, nasi kandar merupakan menu yang bisa dicoba. 

          Setelah melewati antrian yang panjang. Babeh yang menjual nasi bertanya kepada saya “ makan apa?” ujar pria India paruh baya ini. Setelah melihat berbagai menu yang ada. Saya memesan nasi  dengan ayam tepung disiram kuah kari serta sayur okra. Begitu saya menyuap sesendok nasi. “ Baam” lidah saya langsung dihantam oleh kerasnya bumbu dari kuah. Rasanya, lidah saya mulai kebas. Hal ini adalah bertelingkah dengan otak saya, otak memerintah kan tangan  untuk terus menyuap nasi hingga habis. Ayam tepung yang berukuran besar dengan rasa pedas menjadi penetral siang itu. Sepiring nasi kandar habis tandas. 

1
Nasi Kandar Line Clear

1-2
nasi kandar Line clear

 

1-4
nasi kandar dan ayam goreng. 

 

c. Penang Road Famous Teochew Chendul

           Di Penang ada sebuah gerai penjual cendol yang sangat terkenal, yakni Penang Road Famous Teochew Chendul and Ice Kacang. Saking populernya bahkan seperti tidak sah  berkunjung ke Penang kalau belum mencicipinya. Menurut ceritanya, di tahun 1936 Tan Teik Fuang mulai belajar cara membuat chendul untuk kemudian menjualnya. Dalam menjalankan bisnis, ia senantiasa mengutamakan cita rasa demi menjaga kualitas. 

           Sekitar tahun 1977 usaha tersebut beralih kepada sang anak, yaitu Tan Chong Kim yang merupakan putra keenam beliau. Sejak saat itu Tan Chong Kim bertanggung jawab penuh atas kelangsungan bisnis tersebut.Agar dapat bertahan, ia tak lupa melakukan bermacam inovasi dan meningkatkan kualitas produk.   

          Cendol ini berada di jalan Penang, di samping  ruko-ruko tua. Siang itu, antrian begitu panjang. Sembari menunggu berbagai macam logat percakapan tertangkap telinga. Di famous cendol, Ada dua pilihan minuman, es cendol dan es kacang merah.  Saya memesan semangkuk es cendol. Isi semangkuk cendol saya adalah kacang merah, cendol, dan campuran lainnya. Saat menyeruput santan cendol, rasanya segar dan ringan, akan tetapi, meskipun sudah saya aduk merata, manisnya gula merah tidak terlalu dominan. Cendol ini cocok untuk siang hari yang panas di pulau yang berjuluk “ Pearl of Southeast Asia “. 

 

1
Famous Cendol Penang

1-5
Famous Cendol Penang 

1-4
Cendol dan Mural di Famous Cendol Penang

1-6
Es Cendol Penang yang terkenal itu. 

Sarapan Lucu di Georgetown

Breakfast is everything. The beginning, the first thing. It is the mouthful that is the commitment to a new day, a continuing life – A.A Gill-

 

Quote dari penulis yang berasal dari Inggris ini menjadi alasan saya menelusuri beberapa jalan di Georgetown untuk mencicipi sarapan unik negeri semenanjung. Meskipun ada kemiripan bumbu dan rasa dengan masakan dari Riau, tetapi  lidah saya masih kebas akibat gempuran bumbu-bumbu masak dari India. Akulturasi India dan melayu dalam masakan terasa begitu kental di sini. Tanah semenanjung tanpa ampun memberikan kejutan. Saya merangkum beberapa jalan di Georgetown,  tempat saya bisa menikmati sarapan enak dengan bumbu yang tidak terlalu kuat;

 

  1. Nasi Lemak Ali, Food Court Sri Weld.  Lebuh Pantai, George Town. 

Nasi Lemak Ali buka dari pukul 07.00 waktu Malaysia. Lebuh pantai berada di sisi utara George Town. Berada di zona inti kawasan heritage .  Di dalam food court, saya melihat nasi lemak disusun di atas daun pisang. Bang Ali, pemilik kedai nasi lemak bersama dua orang kakak, menyusun nasi dan sambal teri. Bau harum dari nasi lemak ditangkap indera penciuman saya. Tidak sabar rasanya ingin mencicipi nasi lemak. 

Perut saya mulai mengeluarkan suara seperti geraman, lapar euy. Kurang lebih 3 km saya berjalan dari penginapan untuk mencari lokasi nasi lemak ini. Saya memilih untuk tidak menggunakan free shuttle bus yang selalu berkeliling di kawasan wisata George Town. Saya ingin menikmati suasana kota pagi hari.  

Nasi lemak Ali memiliki rasa yang gurih, dengan sambal ikan teri  yang tidak terlalu pedas. Paduan yang tepat untuk memulai pagi. Daun pisang yang digunakan untuk membungkus nasi menambah bau harum nasi. 

1-5
Nasi lemak Ali, George Town

 

1-4
nasi lemak ALi, George Town.

 

1-3
Nasi Lemak Ali

1-2
Nasi Lemak ALi, George Town

2. Roti Canai Transfer Road, George Town. 

Berjarak kurang lebih 15 menit berjalan kak dari penginapan, saya mencicipi roti canai yang juga terkenal di George Town. Canai di Transfer Road begitu terkenal, jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul 07.30 waktu Malaysia, namun untuk mendapatkan tempat duduk saja, saya harus antri. Sembari menunggu,  intonasi yang familiar di telinga terdengar. Logat medok dari Jawa Timur dan Jakarta terdengar di antara logat melayu yang terucap. Penerbangan langsung dari kota- kota di Indonesia, membuat semakin banyak warga Indonesia yang memilih berliburan ke Penang. Saya memesan roti canai ayam dan milo es untuk memulai pagi. 

Roti canai merupakan salah satu akulturasi antara melayu dan India dalam wujud makanan. Roti canai adalah  roti yang menyerupai martabak telur. Roti canai familiar di lidah orang Indonesia yang tinggal di pulau Sumatera dan Kalimantan bagian barat. Biasanya, roti canai dimakan dengan menyobek roti lalu dicecah ke kuah gulai.  Kuah gulai roti canai Transfer Road ringan. Tidak ada hantaman di lidah oleh rempah- rempah seperti kuah gulai yang saya cicip saat di Bandara KLIA 2 dan Penang. Ayam gulainya juga empuk, bumbu ini meresap di daging ayam. Roti canai dan es milo adalah kombinasi yang pas di pagi hari.

 

1-8
Canai Transfer Road.

 

1-9
Canai Transfer Road. 

 

1-10
Roti canai Transfer Road. George Town. 

1-6
Canai Transfer Road, George Town.

 

3.Roti Bakar Hutton Lane, George Town. 

 

Hutton Lane berjarak kurang lebih 15 menit berjalan kaki dari tempat saya menginap. Di jalan ini terdapat kantor polisi Hutton Lane yang menjadi salah satu bangunan tua yang menonjol. Roti bakar Hutton Lane sudah ada sejak tahun 1957.  Saya memesan roti telur. 

Jangan membayangkan roti telur di Hutton Lane seperti sandwich, roti telur adalah roti bakar mentega yang digabungkan dengan telor setengah masak diatasnya. Roti ini dibakar dengan mentega dengan rasa asin, tujuannya, saat telur diaduk bersama merica disuap ke mulut. Rasa asin mentega akan berpadu dengan gurihnya telur.  Nikmat

1-13
Roti Bakar Hutton Lane, George Town.

 

1-12
Roti bakar telur Hutton Lane. 

Saya memesan kopi hitam pahit agar mata ini terbuka. Berjalan kaki mengelilingi kota Georgetown membuat saya mengantuk.