Camp Pekerja di Tepi Sungai Siak.

Sekitar bulan Maret di tahun 1943. Rombongan pertama dari pekerja paksa/ romusha yang diberangkatkan oleh Jepang dari pulau Jawa, tiba di tepi sungai Siak kota Pekanbaru. Di atas kapal dalam perjalanan menuju Pekanbaru, mereka tidak menyadari apa yang akan mereka temui di Sumatera Tengah. Sebelum Jepang masuk ke Sumatera, Pemerintah Hindia Belanda melakukan penelitian dan survei perihal jalan kereta api menghubungkan antara Pekanbaru dan Muaro Kalaban. Jalur ini rencananya untuk mengangkat batu bara dari Sawahlunto menuju Singapura. Tetapi, pembangunan jalur ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dibutuhkan kurang lebih 46 juta gulden.  Dengan alasan biaya konstruksi yang mahal, efisiensi dana, resesi dunia, dan mulai bersaingnya antara mobil dan kereta api menyebabkan jalur ini tidak dibangun Belanda.  

Screen Shot 2020-05-27 at 16.16.16
Pakanbaroe rail road, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”
De Pakanbaroe Spoor_2
Romusha yang bekerja membuat rel kereta api Pekanbaru.

Saat menduduki Sumatera, cetak biru jalur kereta api ini diambil Jepang. Dalam waktu 2 tahun sisi bara dan timur Sumatera bisa tersambung. Ide membangun dengan menggunakan tenaga kerja paksa/ romusha sudah direncanakan Jepang sejak bulan Februari 1942. Komite investigasi Jepang yang menyelidiki semua jajahan di sisi selatan menyimpulkan bahwa Jawa adalah kunci utama dalam menyediakan jumlah tenaga kerja.  Hal ini karena populasi penduduk yang padat dan dapat diakses dengan mudah di Asia Tenggara, (“The Labour Recruitment of Local Inhabitants as Romusha in Japanese-Occupied South East Asia, Melber.T, 2016”). Dengan propaganda yang dilakukan Jepang.  Ratusan ribu pemuda dari pulau Jawa tergiur untuk dimobilisasi. Kurang lebih ada 300.000 pekerja paksa yang dikirim dari Jawa untuk kerja paksa selama 3 tahun pendudukan Jepang. Jalur kereta api antara Saketi dan Bayah di Banten sepanjang 89 km, Jalur kereta api Burma- Siam/ Thailand sepanjang 410 km, dan Jalur kereta api Pakanbaroe – Moaroe sepanjang 220 km adalah beberapa projek di zaman pendudukan Jepang yang menggunakan tenaga kerja romusha. Dari tiga projek ini, jalur Pakanbaroe – Moearo sepanjang 220 km memiliki korban terbanyak. Kurang lebih 120 ribu romusha yang dikirim saat itu ke Pakanbaroe. 

ddd_010475103_mpeg21_p002_image
tugu memperingati kematian romusha di Bayah, Banten. 

 

Saat di Pekanbaru, pekerjaan pertama yang dilakukan romusha adalah membangun embankment/ tanggul untuk persiapan jalur kereta api Pekanbaru – Muaro. Mereka bekerja dalam teror dari nyamuk malaria, harimau, buaya di sungai Siak, kelaparan, mandor korea yang kejam, dan hutan rimba. Untuk membujuk romusha bekerja ke Sumatera. Jepang mengatakan, setiap hari per orang mendapat 400 gram beras, 20 gram gula, 15 gram garam, 3 gram teh, 200 gram sayur, 50 gram kacang kacangan, dua kali seminggu makan daging seberat 100 gram dan dua kali seminggu ikan asin seberat 50 garam. Faktanya ini adalah bohong belaka. Romusha diperas hingga ke tulang.

 

Pada bulan Mei 1944, tepatnya 19 Mei 1944. Setelah menggunakan truk selama hampir 9 jam  dari Stasiun Payakumbuh, tahanan perang tiba di Pekanbaru. Tahanan perang yang berasal dari pulau Jawa ini berkewarganegaraan Belanda, Inggris, Selandia Baru, Australia, dan Amerika Serikat. Rombongan tahanan perang/ p.o.w yang datang tanggal 19 ini adalah rombongan pertama yang bekerja membuat rel kereta api. Mereka tiba di camp yang sebelumnya menjadi barak pekerja survei Netherlands Pacific Oil Maatschappij/ NPPM/ Chevron saat sekarang.  Di Tahun 1943, camp pekerja ini menjadi camp romusha.  P.O.W menyebut camp ini dengan nama Camp I. Letnan Vennik, salah seorang p.o.w yang dikirim ke camp I  menyebutkan bahwa di Camp I dia melihat romusha yang ditinggalkan begitu saja dalam kondisi tubuh yang tinggal tulang saja. P.O.W di Camp I berusaha menyelamatkan romusha. Namun, romusha yang tersisa di Camp I semuanya meninggal. Camp I berada di dekat jembatan Siak IV, di daerah Tanjung Rhu, Kota Pekanbaru. 

Screen Shot 2020-05-28 at 15.44.09
Photo udara Camp 1 olehh British Royal Air Force, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”
Screen Shot 2020-05-28 at 16.25.28
Peta jalur kereta api Pekanbaru, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”

Di Camp I, p.o.w membangun kembali camp  yang sudah roboh. Di Camp I tidak ada makanan dan air minum. Mereka harus meminum air yang berasal dari Sungai Siak dan makan apa yang bisa mereka temui.  Para tahanan perang menyebut Camp ini dengan sebutan Camp “Bersenang senang dengan lumpur”. Dalam buku Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”  Bernard Schoonberg, salah satu tahanan perang mengatakan “ Rawa penuh dengan nyamuk, lalat, dan serangga. Camp ini hancur total, Kodok tidak ada di selokan karena sudah habis dimakan sebelumnya. Selokan penuh  dengan berak dan baunya sangat busuk”.  Ada 14 camp dari jalur kereta api Pekanbaru – Muaro yang dibuat oleh Jepang. Di kota Pekanbaru ada tiga camp. Camp I, Camp II, dan Camp IIA. Semua divisi teknis untuk kereta api di bangun di Pekanbaru. Bahkan Jepang membangun bengkel untuk lokomotif.  14 camp ini dipimpin oleh Capt.  Miyasaki

Screen Shot 2020-05-28 at 16.18.20
Sketsa Suasana di Camp 1, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”
Screen Shot 2020-05-28 at 16.07.07
sketsa p.o.w membangun rel kereta api Pekanbaru, copy right Henk Hovinga “The Sumatra Railroad, Final Destination Pakanbaroe 1943 – 1945”

 

Pasokan rel kereta api untuk jalur kereta api Pekanbaru – Muaro diambil dari Deli Spoorweg Maatschappij ( perusahaan kereta api Deli ), Semarang- Chirebon Stoomtram Maatschappij ( Perusahaan kereta dan trem Semarang- Chirebon ), Malangse Stoomtrein Maatschappij ( perusahaan kereta api Malang) , dan juga dari Staatsspoorweg ter Sumatra’s Westkust (Perusahaan kereta api Sumatera Barat ). Dari Deli spoorweg, selain rel, Jepang membawa dua lokomotif Hanomag 1-B-1. Barang- barang ini dibongkar di Pakanbaroe Haven     ( pelabuhan Pekanbaru ) yang sekarang adalah Pelabuhan Pelindo 1 yang berada di Pasar Bawah. Camp 1 dipimpin  oleh Letnan Vennik. Di camp ini, perbedaan rangking antara KNIL / Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger, tentara Hindia Belanda dan tentara kulit putih tidak terlalu kentara. Berbeda dengan camp lainnya.  Di Camp I, tentara Jepang sering meminta berbagai barang mewah yang dibawa oleh para p.o.w. Yang menjadi incaran adalah jam tangan merk MIDO. Penjaga Jepang senang dengan tombol penyetel berwarna hitam di jam, jam ini terlihat elegan dan mewah. Protein untuk  menu harian di Camp I adalah ular, kodok, tikus, dan biawak dengan karbohidrat dari ubi kayu. Setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom, dan Jepang menyerah. Kabar menyerahnya Jepang baru sampai di Camp I ada tanggal 24 Agustus 1945. Meskipun menyerah, penjaga dari Korea tetap dengan brutal menghantam para p.o.w. 

Screen Shot 2020-05-28 at 17.13.30
Iklan jam tangan MIDO 1945, jam tangan ini menjadi incaran para penjaga dari Jepang di Camp 1. Copy right  MIDO

Berdasarkan catatan Palang Merah Internasional, ada sekitar 120.000 romusha yang dikirim ke Pekanbaru untuk membuat rel kereta api. Saat Jepang menyerah, yang tersisa  hanya 19.600 romusha.  Mereka ada yang bekerja di pengeboran minyak Netherlands Pacific Oil Maatschappij/ NPPM di Minas. Di tahun 2020, yang tersisa  dari Camp 1 hanyalah lokomotif yang berada di dalam dapur pada sebuah rumah di jalan Tanjung Medang, kelurahan Tanjung Rhu. Sisa dari semua bangunan teknis Jepang yang dibangun di sekitar Camp 1 sudah hancur.  Pakanbaroe Spoorweg, sebuah cerita sejarah yang dilupakan di Pekanbaru. 

De Pakanbaroe Spoor_25
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I
De Pakanbaroe Spoor_13
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I
De Pakanbaroe Spoor_23
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I
De Pakanbaroe Spoor_24
yang tersisa dari rel kereta api Pekanbaru di Camp I

Published by bayuwinata

travel blogger who love travel..

Leave a comment