Setelah setengah hari mengelilingi kota George Town berjalan kaki dan beratapkan matahari yang menyengat. Waktu untuk mengisi perut pun tiba. Kota warisan dunia dari UNESCO bersama Malaka ini , memiliki banyak tempat untuk makan siang dan cemilan yang layak untuk dicoba. Saya mencoba memberikan tiga tempat makan siang tersebut;
a. Nasi Padang Minang Transfer Road.
Nasi Padang yang selama ini kita kenal di Indonesia, terdiri dari nasi dengan kuah gulai yang nikmat berpadu dengan rendang yang menggoda lidah. Saat mulut mengunyah sesuap nasi, keringat tanpa terasa mengalir dan tangan akan menyapu kening karena rasa pedas yang singgah di lidah. “ Ssh haaah” mulut ikut mendesis dalam orkestrasi ini. Di nasi padang Transfer Road yang berada di Kedai Kopi International, Kota George Town. Nasi Padang Transfer Road tidak memiliki menu makanan semeriah nasi padang di Indonesia. Namun demikian, mereka memiliki menu ikan cencaru goreng bawang yang khas. Ikan cencaru adalah nama lain dari ikan selar.
Ikan ini digoreng bersama bawang yang sudah dibumbui. Daging ikan selar yang manis berpadu dengan gurihnya bawang goreng. Saat saya membuka daging bagian perut, bawang setengah matang yang dicampur dengan bumbu terlihat, bau harum tercium hidung. Semakin bersemangat saya menyuap nasi. Sayur bayam bening menambah warna warni menu di piring. Minum siang itu adalah es milo.
b. Nasi Kandar Line Clear
Nasi kandar adalah nasi putih yang dimakan dengan berbagai jenis masakan kari. Biasanya yang menjual nasi Kandar adalah para pedagang Malaysia keturunan India atau Tamil. Nasi kandar jamak di temukan di Malaysia dan salah satu contoh akulturasi antara India dan Melayu di Malaysia. Jika belum terbiasa dengan “hantaman“ pada lidah karena bumbu pada kuah nasi, sebaiknya, dicicip saja satu atau dua sendok nasi kandar pada piring temannya. Namun, jika menyenangi petualangan rasa, nasi kandar merupakan menu yang bisa dicoba.
Setelah melewati antrian yang panjang. Babeh yang menjual nasi bertanya kepada saya “ makan apa?” ujar pria India paruh baya ini. Setelah melihat berbagai menu yang ada. Saya memesan nasi dengan ayam tepung disiram kuah kari serta sayur okra. Begitu saya menyuap sesendok nasi. “ Baam” lidah saya langsung dihantam oleh kerasnya bumbu dari kuah. Rasanya, lidah saya mulai kebas. Hal ini adalah bertelingkah dengan otak saya, otak memerintah kan tangan untuk terus menyuap nasi hingga habis. Ayam tepung yang berukuran besar dengan rasa pedas menjadi penetral siang itu. Sepiring nasi kandar habis tandas.
c. Penang Road Famous Teochew Chendul
Di Penang ada sebuah gerai penjual cendol yang sangat terkenal, yakni Penang Road Famous Teochew Chendul and Ice Kacang. Saking populernya bahkan seperti tidak sah berkunjung ke Penang kalau belum mencicipinya. Menurut ceritanya, di tahun 1936 Tan Teik Fuang mulai belajar cara membuat chendul untuk kemudian menjualnya. Dalam menjalankan bisnis, ia senantiasa mengutamakan cita rasa demi menjaga kualitas.
Sekitar tahun 1977 usaha tersebut beralih kepada sang anak, yaitu Tan Chong Kim yang merupakan putra keenam beliau. Sejak saat itu Tan Chong Kim bertanggung jawab penuh atas kelangsungan bisnis tersebut.Agar dapat bertahan, ia tak lupa melakukan bermacam inovasi dan meningkatkan kualitas produk.
Cendol ini berada di jalan Penang, di samping ruko-ruko tua. Siang itu, antrian begitu panjang. Sembari menunggu berbagai macam logat percakapan tertangkap telinga. Di famous cendol, Ada dua pilihan minuman, es cendol dan es kacang merah. Saya memesan semangkuk es cendol. Isi semangkuk cendol saya adalah kacang merah, cendol, dan campuran lainnya. Saat menyeruput santan cendol, rasanya segar dan ringan, akan tetapi, meskipun sudah saya aduk merata, manisnya gula merah tidak terlalu dominan. Cendol ini cocok untuk siang hari yang panas di pulau yang berjuluk “ Pearl of Southeast Asia “.