Manggar adalah sebuah kota yang terletak di bagian timur dari Pulau Belitung. Kota yang berjarak 90 km dari Ibukota Kabupaten Belitung ini memiliki sebuah julukan yang menarik. Julukan tersebut adalah kota 1001 kedai kopi. Kenapa? karena di kota ini banyak terdapat warung kopi. Sebagai contoh, di dekat pasar saja terdapat sekitar 25 warung kopi dengan letak yang saling berhadapan satu sama lain. Masing masing warung kopi ini memiliki jam buka yang berbeda. Ada yang buka dari jam 4 pagi sampai sore, dan ada juga dari jam 5 sore sampai dengan jam 2 subuh, Masing-masing warung memiliki langganan sendiri.
Banyak nya kedai kopi ini berawal dari kebiasaan masyarakat . Kebiasaan tersebut adalah minum kopi. Asal muasal kebiasaan ini berawal dari para pekerja timah yang berasal dari China. Pulau Belitung yang tanah nya kaya akan timah mendorong imigrasi orang-orang Tionghoa pada saat itu untuk mengadu nasib dengan bekerja di pengolahan timah. Para imigran tersebut membawa kebiasaan dari tanah leluhur mereka. Salah satu kebiasaan itu adalah minum kopi. Sebelum memulai beraktifitas di pengolahan, para pekerja terlebih dahulu minum segelas kopi. Pelan-pelan kebiasaan tersebut di ikuti oleh orang-orang Melayu yang mendiami pulau Bangka. Kebiasaan ini terus berlanjut sampai sekarang.
Kopi Manggar bukan lah berasal dari kebun-kebun kopi di sini. Komposisi tanah di Manggar yang tidak cocok untuk di tanami kopi menyebabkan mereka harus mendatangkan kopi dari luar. Kopi tersebut berasal dari Lampung. Yang mereka kirim berjenis kopi robusta. Kopi-kopi yang di datangkan akan di olah oleh masing- masing warung. Antara warung satu dengan yang lain memiliki “bumbu rahasia” dalam pengolahan kopi tersebut. Karena beda “bumbu” inilah maka masing masing warung kopi memiliki pecinta kopi sendiri-sendiri.
Cara membuar kopi Manggar ini berbeda dengan biasanya. Biasanya kopi akan di seduh langsung dengan air panas. Akan tetapi, di Manggar hal ini berbeda. Di sini,mereka membuat kopi dengan cara di saring. Terlebih dahulu kopi di masuk kan kedalam saringan yang berbentuk seperti kaus kaki, saringan ini berada di dalam sebuah ceret. Air panas akan di tuangkan kedalam ceret, Di dalam saringan yang berada di dalam ceret, kopi akan di aduk. Air kopi yang berada di dalam ceret selanjutnya di pindahkan ke ceret yang lain dan selanjutnya di saring di ceret berikut nya. Hasil dari penyaringan tersebut berupa air kopi. Air ini akan di pindahkan ke dalam gelas,ini lah segelas kopi khas Manggar. 5 gelas kopi saja yang bisa di buat dalam proses ini. Jika sudah masuk gelas ke 6 maka air yang berada di dalam ceret tersebut akan di buang, di gantikan dengan kopi yang baru. Selain itu, ceret yang berisi air kopi ini akan terus di panaskan. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga agar kopi tetap panas dan cita rasa nya tidak berubah.
Di Manggar, jika ingin memesan segelas kopi, kita bisa menyebutkan kopi O jika ingin kopi hitam, Dan kopi saja, jika kita ingin segelas kopi susu. Karena pengolahan kopi yang berbeda maka kopi Manggar memiliki rasa yang unik. Tidak ada bau kopi yang “gosong”, kopi nya tidak masam, rasa kopi yang ringan serta tidak memiliki sisa berupa ampas.
Jika ingin melihat wajah keseharian kota ini datang lah ke warung kopi. Di sini pembauran dapat dengan mudah nya kita temui. Antara Tionghoa dan pribumi, antara pejabat dan masyarakat biasa. Semua nya berbaur menghirup dan menyesap nikmat nya segelas kopi. Untuk mengetahui perkembangan dan gosip di masyarakat di sinilah tempatnya. Semua obrolan, apa kah itu mengenai pemerintahan, birokrasi, bahkan rahasia rumah tangga. Campur baur menjadi satu di dalam gelas kopi.
Di antara puluhan warung kopi yang ada di sini, ada sebuah warung kopi yang selalu ramai di kunjungi. Warung kopi ini di kenal dengan nama Warung Kopi Atet. Warung kopi yang terletak di dekat pasar Manggar ini selalu penuh. Di kelola oleh seorang Tionghoa yang bermarga Siau, dan bernama Atet. Kedai kopi ini sudah berdiri dari tahun 1949 dan Atet adalah generasi ke tiga dalam mengelola warung ini. Dari pukul 4 pagi hingga pukul 5 sore. Lelaki yang sudah berumur 69 tahun di bantu dengan 4 asisten nya ini akan sibuk di warung nya. Selain kopi, di warung ini juga terdapat makanan ringan berupa mie dan telur rebus. Dengan Rp 4000,- kita sudah mendapatkan segelas kopi susu dan Rp 3000,- kita sudah mendapatkan segelas kopi O.
“ Ritual” dalam membuat kopi di warung Atet, sama dengan warung kopi yang lain. Namun, “bumbu” yang berbeda dan “rasa” yang berbeda sehingga para pelanggan selalu ramai berkunjung di sini. Warung ini juga pernah memenangi festival kopi yang di adakan oleh Pemda.
Atet meneruskan tradisi keluarga sebagai seorang pedagang kopi, Ada sebuah kebanggan dari beliau, akan segelas kopi yang setiap hari di sesap dan di hirup oleh para pelanggan nya. Sama seperti masyarakat Manggar, kopi bukan lah sekedar minuman di pagi hari. Di sana ada sejarah, ada tradisi, dan ada kebanggan di dalam segelas kopi yang mereka minum.