Menikmati Pekanbaru Tempo Dulu di Pangsit Akun.

“ Saya jualan sejak tahun 1978”. Ucap Akun, membuka pembicaraan kami pagi itu. Beliau merupakan pemilik warung pangsit yang berada di Jalan Kuras III, Pekanbaru. Akun adalah penjual mie pangsit pertama di kota Pekanbaru. Sebelum berjualan di halaman Rumah Toko/ Ruko yang sekarang ditempatinya. Akun berjualan di Jalan Karet, kemudian pindah ke Jalan Junda, tepatnya di Kedai Kopi Indah Ria. “25 tahun saya berjualan di kedai Kopi Indah Ria, sebelum pindah ke sini”.

01_3
Warung Akun yang berada di bagian depan Ruko. 

“Mie pangsit ayam dan pangsit goreng”. Dua menu ini yang saya pesan. Mie keriting dikeluarkan Akun dari wadah penyimpanannya. “Mie ini saya buat sendiri” ujarnya. Semangkuk mie pangsit Akun terdiri dari mie, pangsit, dan ayam suir. Semua bahan-bahan ini diracik sendiri oleh Akun. Dengan cekatan, tangan lelaki yang tahun ini berumur 75 tahun mempersiapkan menu pesanan saya.

01
Semangkuk mie pangsit Akun dan es kopi
01_1
semangkuk mie pangsit Akun.

Akun adalah generasi kedua dari perantau Tionghoa di kota Pekanbaru, Generasi pertama perantau Tionghoa yang masuk ke kota Pekanbaru sekitar tahun 1920-an. Beberapa perantau membawa keahlian bidang kuliner ke kota Pekanbaru.  Keahlian itu adalah meracik kopi dan memasak. Ilmu ini nantinya mereka wariskan ke anak-anak mereka. Di tahun 1960-an sampai 1990-an akhir, di kota Pekanbaru terdapat restoran besar yang bernama Glass Mas. Di restoran ini, terdapat 100 menu masakan yang bisa dinikmati. Para pegawai Caltex/Chevron sekarang, pejabat-pejabat Provinsi Riau, pejabat negara yang datang ke Pekanbaru saat tu, dan Tauke-tauke merupakan pelanggan restoran ini. Pendiri Glass Mas adalah tiga orang perantau dari Tiongkok. Akun merupakan keponakan dari salah seorang pendiri rumah makan ini. Akun mendapatkan ilmu membuat mie pangsit dari generasi pertama perantau Tionghoa.

P_20170315_104059
Akun meracik mie pangsitnya.

Bau harum dari kuah kaldu tercium saat mie pangsit dihidangkan. Mie pangsit Akun memiliki penyajian yang unik. Biasanya mie pangsit Tionghoa menggunakan daging merah. Akun mengganti daging merah ini menjadi daging ayam yang sudah disuir. “ Saat saya pertama kali menjual mie pangsit, orang sering mengira daging merah itu daging babi” katanya, “ Lalu, saya coba ganti dengan daging ayam yang disuir, agar pelanggan bisa menikmati mie saya.“. Para pelanggan menyukai inovasi yang dilakukan Akun, sehingga, sejak tahun 1978 hingga sekarang Akun menggunakan daging suir. Jangan khawatir, mie pangisit Akun halal. Dengan menggunakan sumpit bambu saya menarik mie dari mangkuk. “ Sluruuup”. Nikmat. Kekenyalan mie yang dibuat Akun pas, bau harum dari tepung tertangkap hidung, bau ini memancing saya untuk menarik kembali mie dari mangkuk. Rasa kuah kaldu yang ringan dan segar terasa di lidah. Mie keriting berpadu di dalam mulut dengan pangsit. Tidak ada prosesi yang rumit dalam menyiapkan semangkuk mie Akun. Sederhana namun dengan rasa yang lezat.

01_2
semangkuk mie pangsit yang sedang dipersiapkan oleh Akun.
P_20170315_104756
Akun, penjual mie pangsit pertama di Pekanbaru. 

Es kopi dingin menjadi minuman pagi itu, ada sedikit rasa pait yang tertinggal dilidah dari kopi es racikan isteri beliau. Rasa ini seolah olah menjadi pengobat lidah setelah tanpa ampun dihajar rasa nikmat dari mie pangsit. Pasangan suami isteri ini membuka warung mereka dari pukul 07.00 WIB sampai 11.00 WIB. Sayangnya, kedua anak mereka belum  tertarik meneruskan keahlian ini. Jika anda sedang berada di Pekanbaru, cobalah nikmati semangkuk mie pangsit Akun. Cukup dengan Rp 15.000,- anda sudah bisa menikmati kuliner tempo dulu di Pekanbaru.

 

Ngabuburit Asik di Tepi Sungai Siak.

sembilu yang dulu
biarlah berlalu
bekerja bersama hati
kita ini insan
bukan seekor sapi

 

Reff dari lagu berjudul Zona Nyaman oleh band Fourtwnty, grup band Indie asal Jakarta mengalun dari halaman rumah tua berlanggam Melayu yang berada di tepi sungai Siak, kota Pekanbaru. Suasana sore menjelang buka puasa yang terik tidak menghalangi grup musik ini untuk bernyanyi bersama 60 orang. Kampung Bandar sore itu menjadi semarak.

01_2
sebelum memulai bisik musik
01_6
check sound sebelum memulai bisik musik

Fourtwnty band pengisi sound track film Filosofi Kopi 2 menjadi band pertama dalam bisik musik. Bisik musik merupakan kegiatan yang melibatkan tiga komunitas. Pekanbaru Heritage, Musiccorner.id, dan Rekanada. Tiga komunitas dengan latar belakang berbeda, membuat konser bersifat rahasia dengan undangan yang sangat terbatas. Para undangan yang hadir dalam kegiatan bisik musik diseleksi terlebih dahulu. Untuk bisa hadir dalam konser ini mereka diberikan tantangan untuk membuat video yang diupload di sosial media mereka. Team dari bisik musik akan menyeleksi mereka. Selain undangan. Blogger dan media sore itu turut hadir di kawasan heritage Pekanbaru yang dikenal dengan sebutan Kampung Bandar. Tujuan diadakan bisik musik untuk membangun kepedulian akan kawasan heritage Pekanbaru serta membangun “ rasa” ke para penikmat musik di Pekanbaru.

01_8
Freza menjadi pembuka Bisik Musik
01_9
undangan hadir dalam bisik musik

“Sudah oke bang?” Ari Lesmana, vokalis Fourtwnty yang berasal dari Pekanbaru, bertanya kepada teman-teman yang sibuk mempersiapkan sound system. Sembari menunggu sound system siap, Ari memainkan telepon genggam sembari duduk di bawah rumah panggung yang berumur hampir 200 tahun yang menjadi tempat konser musik sore itu. Di samping gang di depan rumah tua, Nuwi, gitaris fourtwnty duduk di emperan salah satu rumah di dekat tempat konser sembari memainkan gitar. Jendela rumah dibuka oleh pemilik rumah, dengan logat Sumatera Barat dia berkata “ nyio mencaliak” yang artinya ingin melihat konser. Kesederhanaan menjadi tema konser.

01_13
Ari dan Nuwi di rumah tua Kampung Bandar.
01_7
Para undangan dan media yang hadir dalam bisik musik

Pada pukul 17.00 Wib. Undangan, blogger, dan media sudah tiba di halaman rumah. Sebelum tiba di rumah, mereka berjalan sejauh 200 meter terlebih dahulu dari rumah Singgah Sultan Syarif Kasim II yang berada di tepi sungai Siak. Rumah yang terletak di bawah jembatan Siak III, Kota Pekanbaru yang sudah berumur hampir 150 tahun menjadi titik kumpul para undangan. Di rumah Singgah, mereka disambut oleh teman-teman dari Pekanbaru Heritage Walk/PH. PH memandu mereka menuju tempat konser.

01_5
Ari Lesmana bermusik di Kampung Bandar.
01_6
Nuwi di tangga Rumah di Kampung Bandar.

Setelah sound system siap. Bisik musik dibuka oleh Freza Musik, Reza memainkan single terbarunya yang berjudul “ Sepeda Tak Berlampu”. Lagu ini terinspirasi dari kerja keras Pekanbaru Heritage/PH mengetuk pintu-pintu bangunan tua di Kampung Bandar lalu meyakinkan pemilik bangunan tua untuk membuka pintu sebagai destinasi wisata sejarah. Setelah Reza selesai, sesi dari fourtwnty tiba. Sebelum mulai bernyanyi, Ari terlebih dahulu   melepaskan sandal bertali yang dipakainya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan setiap dia manggung. Dengan santai, Ari berdiri di halaman rumah yang berlapis semen. Nuwi memilih untuk duduk di tepi tangga batu rumah tua. Pertunjukan dimulai,  suasana sore itu PECAH. 60 orang yang hadir tanpa malu-malu bernyanyi bersama fourtwnty. Tidak ada batas, tidak ada jarak. Semua berbaur.

01_1
Terima kasih four twnty untuk Bisik Musik.

Selama setengah jam, empat lagu dimainkan oleh fourtwnty. Puncak dari pertunjukan bisik musik adalah saat fourtwnty memainkan single terbaru mereka yang dua bulan lagi akan diluncurkan. Pekanbaru beruntung sore itu. Bisik musik, sebuah alternatif baru dalam mengenalkan dan mengajak penikmat seni di kota Pekanbaru.

Godaan Pulau Pamutusan.

Dari pulau Pagang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Kapal yang saya tumpangi bergerak menuju sebuah pulau yang berada di sisi timur pulau Pagang. Saya menyeberangi selat yang siang itu sedikit bergelombang. Dari atas kapal, terlihat air mulai menutupi pasir putih penyambung antara dua pulau yang ada di depan. Pasang sudah tiba, perlu sedikit usaha bagi kapal untuk merapat ke daratan

01_7
Pulau Pamutusan, Sumatera Barat.
01_2
Terumbu-terumbu karang yang sudah mati di pulau Pamutusan. Sumatera Barat

Pulau Pamutusan adalah nama pulau yang dikunjungi. Kata pamutusan berasal dari sebuah daratan kecil berpasir halus yang selalu hilang saat pasang tinggi sampai di pulau, akibatnya dua buah pulau yang bersambung menjadi terputus. Pulau Pamutusan berada di Teluk Kabung, Padang, Sumatera Barat. Memiliki luas delapan Ha, didominasi oleh pohon-pohon kelapa. Dari Nagari Sungai Pinang, dibutuhkan waktu sekitar 40 menit menggunakan kapal menuju pulau Pamutusan.

01_1
Pulau Pamutusan, Sumatera Barat.
01
Sisi timur pulau Pamtusan, Sumatera Barat.

Dari tepi pantai, saya menuju daratan. Ada pemandangan yang sejak saat kapal menyeberangi selat menarik perhatian. Mata saya menangkap bendera merah putih yang berkibar-kibar diatas bukit pulau ini, bendera itu menggoda saya untuk mengunjunginya. Tanpa menunggu lama, dari rumah-rumah bambu yang ada di daratan pulau. Saya berjalan menuju bagian selatan ke bukit pulau Pamutusan. Sinar matahari terasa membakar kulit saat mendaki bukit. Dua orang tukang yang sedang membuat pondok diatas bukit berjalan di depan saya membawa balok kayu. Langkah mereka pelan namun pasti menelusuri jalan tanah.

01_8
Pantai di Pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 
01_10
Perahu nelayan yang akan berangkat keluar dari pulau Pamutusan. Sumatera Barat. 
DSCN0269
Pasir putih sisi timur pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 

Sepuluh menit berjalan dari rumah bambu, saya tiba di puncak bukit pulau Pamutusan. Pemandangan yang ada di depan memanjakan mata. Perbukitan bukit barisan, gugusan pulau-pulau yang ada di depan dan samping pulau Pamutusan terlihat dengan jelas. Laut dangkal berwana biru muda terlihat kontras dengan laut dalam yang berwarna biru tua, hamparan terumbu karang pulau Pamutusan juga terlihat jelas dari puncak bukit. Indah.

01_4
Pemandangan dari atas bukit Pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 
01_3
Pemandangan dari puncak bukit Pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 

Pelabuhan kayu yang berada di depan pulau adalah tujuan saya setelah bukit. Dari tepi pelabuhan, saya terjun ke laut untuk melihat pemandangan bawah laut pulau Pamutusan. Pemandangan bawah laut pulau ini tidak kalah dengan pemandangan di atas. Karang-karang di pulau Pamutusan kondisinya baik. Ikan-ikan karang berseliweran ke kiri ke kanan saat saya berusaha mengabadikan mereka dengan kamera. Ada perbedaan bawah laut pulau Pamutusan dengan Pagang. Jika di pulau Pagang, jarak aman dari hamparan terumbu karang menuju laut dalam sekitar 4 meter, maka di Pamutusan jarak aman itu hanya dua meter. Lebih berhati hati saat menikmati pemandangan bawah laut di pulau ini.

DSCN0291
sisi barat pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 
DSCN0252
pemdandangan bawah air sisi timur pulau Pamutusan. Sumatera Barat. 
DSCN0257
Pemandangan sisi timur, pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 
DSCN0272
Pemandangan bawah air sisi barat, pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 

Pantai timur pulau Pamutusan menjadi tujuan akhir saya, pasir putih dengan tekstur agak kasar terasa di kaki saya. Hamparan terumbu karang di sisi timur ini tidak seindah pada bagian depan pulau. Di pantai timur saya bisa melihat pulau Sumatera yang saat itu mulai diselimuti mendung. Dengan membayar Rp 25.000 per kepala sebagai uang kebersihan pulau. Pulau Pamutusan merupakan salah satu destinasi yang sayang untuk dilewatkan di Sumatera Barat.

DSCN0260
Pemandangan sisi barat, pulau Pamutusan, Sumatera Barat. 

Denting Piano Tua di Rumah Kapitan.

Rumah tua yang berada di belakang Hotel Lion, Jalan Sumatera kota Bagan Siapiapi terlihat kusam. Pintu setinggi 3 meter terbuat dari kayu miring dengan bagian depan yang tertutup debu, lantai kayu yang saya pijak di beberapa titik berderit. Terlihat rentang waktu panjang telah dilewati rumah ini. Langgam arsitektur rumah ini Tionghoa tempo dulu. Menurut keterangan ahli waris rumah, sudah mendekati 150 tahun rumah ini berdiri. Rumah tua ini dikenal dengan sebutan Rumah Kapitan.

Halaman depan rumah kapitan Tionghoa
Rumah Kapitan Tionghoa di Kota Bagan Siapiapi, Kabupaten Rokan Hilir. 
pintu masuk rumah Kapitan Tionghoa, Bagan Siapiapi
Bagian depan Rumah Kapitan Tionghoa, Kabupaten Rokan Hilir. 

Berdasarkan literatur  “ Revenue Farming in The Netherlands East Indies, 1816-1925” oleh Howard Dick, Michael Sullivan, dan Jhon Butcher. Pada tahun 1904, 25,9 juta ton ikan asin dan 10,1 juta ton terasi diekspor hingga Singapura dan Penang. Pada tahun inilah kota Bagan Siapiapi disebut sebagai penghasil ikan no 2 di dunia setelah Norwegia. Kejayaan industri perikanan ini tidak lepas dari para perantau Tionghoa yang sudah menetap sejak abad ke 18 (tahun 1860-an). Mereka ikut membangun Bagan Siapiapi bersama masyarakat Melayu dan Belanda.

01_14
pintu tua yang berada di Rumah Kapitan, kota Bagan Siapiapi.

 

pintu rumah yang miring
pintu tua dari Rumah Kapitan, Kota Bagan Siapiapi. 

Saat industri perikanan menjadi tulang punggung kota. Pembangunan infrastruktur di Bagan Siapiapi sangat pesat. Water leeding/ pdam, rumah sakit, pembangunan listrik, unit pemadam kebakaran, pelabuhan, bank, dan kantor Kontroleur adalah beberapa bangunan yang dibangun oleh Belanda untuk mendukung kota. Sekarang, bangunan-bangunan ini menjadi bagian dari sejarah kota Bagan Siapapiapi.

Masyarakat Tionghoa juga memberikan peran dalam perkembangan kota. Pada tahun 1930, berdasarkan sensus yang dilakukan oleh Belanda, masyarakat Tionghoa mendominasi Bagan Siapiapi, mereka berjumlah 11.993 jiwa. Jumlah ini naik sangat pesat dibandingan pada tahun 1900, saat kontroleur Belanda dipindahkan ke Bagan Siapiapi dari Tanah Putih. Untuk memudahkan mengontrol dan memonopoli masyarakat Tionghoa, Belanda menunjuk seorang Kapitan. Kapitan bermarga Ang bersama dengan patcher/pengepul dan tauke membuat sebuah perjanjian saling menguntungkan dalam membangun industri perikanan di kota Bagan Siapiapi.

 

Ukiran di pintu depan rumah kapitan
bagian bawah dari pintu yang ada di rumah Kapitan, Bagan Siapiapi. 

 

meja altar dan sepeda tiga roda yang berada di bagian dalam rumah
meja altar dan sepeda roda tiga yang berada di dalam rumah Kapitan Tionghoa, Bagan Siapiapi. 

Pagi itu, pintu setinggi 3 meter yang sudah miring di rumah Kapitan dibuka, biasanya pintu ini tertutup, saya cukup beruntung pagi ini. Bau tajam dari kotoran burung walet tercium saat saya masuk ke dalam rumah. Lantai kayu berderit terinjak kaki saat saya berada di ruang tamu rumah. Di bagian depan rumah tepatnya di ruang tamu, saya melihat sebuah pemandangan yang mengejutkan. Terdapat piano tua pada sudut ruangan, piano ini dibuat di tahun 1920 bermerek Zeitter and Winkelmann dari kota Braunschweig, Jerman. Pabrik piano ini sudah hancur saat perang dunia ke dua di bom oleh Sekutu. Saat saya menyentuh salah satu tut yang terbuat dari gading terdengar nada “ ting” yang lirih dan sumbang. Menurut cicit ahli waris rumah, Piano ini dibawa langsung oleh sang Kapitan dalam perjalanan pulang dari Singapura.

paino tua dan kursi tua yang di ruang tamu rumah Kapitan di Bagan Siaapiapi
Piano tua yang berada dipojok ruangan dari Rumah Kapitan

 

piano tua yang berasal dari Jerman
piano tua dari Jerman yang dibawa dari Singapura oleh Kapitan Tionghoa

Saat pelabuhan ikan di kota Bagan Siapiapi ramai maju, kapal-kapal dagang seminggu sekali singgah ke Bagan Siapiapi. Salah seorang patcher/pengepul ikan di Bagan, menjadi agen kapal KPM/ Koninklijke Paketvaart Maatschappij, KPM merupakan perusahaan pelayaran yang berasal dari Belanda. Seminggu sekali, kapal KPM berangkat menuju Singapura, membawa hasil olahan ikan dan manusia. Di Singapura, para Tionghoa kaya ini menikmati kehidupan kota Singapura. Saat kembali, mereka membawa cerita kemajuan Singapura ke Bagan Siapiapi. Akibatnya, pada tahun 1930-an, Bagan Siapiapi sudah memiliki pub, bioskop, dan hiburan malam lainnya. Menurut catatan kontroler Belanda, pada tahun 1930-an Bagan Siapiapi mendapat julukan Via Lumiere, kota Cahaya karena kehidupan malamnya yang semarak. Musik-musik Barat diperdengarkan di pub dan film-film diputar di Bioskop.

detail dari piano Zeitter dan Winkelmann yang beraasal dari Jerman
detail dari piano Zeitter & Winkelmann, Brauschweig. Jerman yang ada di rumah Kapitan Tionghoa, Bagan Siapiapi. 
bagian dalam piano yang butuh di restorasi
detail dari piano Zeitter & Winkelmann, Brauschweig. Jerman yang ada di rumah Kapitan Tionghoa, Bagan Siapiapi. 
detail bagian dalam piano
detail dari piano Zeitter & Winkelmann, Brauschweig. Jerman yang ada di rumah Kapitan Tionghoa, Bagan Siapiapi. 

Dari ruang tamu, saya dibawa ke bagian tengah rumah, terlebih dahulu saya melewati pintu penghubung setinggi 3 meter. Frame foto berukuran 60 x 40 cm kosong yang berada di atas pintu mejadi saksi bisu bahwa dahulu ada foto Kapitan Tionghoa disini. Di bagian tengah rumah, saya bisa melihat detail menarik dari plafon rumah, plafon rumah ini dipahat dengan detail sulur bunga. Menurut cucu ahli waris rumah yang juga seorang pemain barongsai. Tukang kayu untuk memahat rumah ini didatangkan dari Tionghoa. Secara tidak langsung, dirumah ini, kita bisa lihat masuknya musik barat di pesisir timur Sumatra.

bagian plafon dari rumah Kapitan
detail plafon dari rumah Kapitan Tionghoa, Bagan Siapiapi. 

Rumah tua Kapitan Tionghoa, menjadi saksi bisu cerita Bagan Siapiapi tempo dulu.

Menggapai Asa Di Laut.

Tambur dan simbal di pukul bertalu talu, lelaki tua dengan lengan berotot menghadap ke langit, berulang kali bendera hitam yang dipegang pada tangan kiri dikibaskan ke kiri ke kanan. Dari mengibaskan bendera, adegan berpindah ke lelaki tua itu menjura ke depan meja altar kecil yang ada di depan klenteng, namun, awan hitam masih menggantung di langit. Baru kali ini hujan turun pada saat festival ini berlangsung. Mungkin, inilah alasan kenapa ada dua tang ki/ loya, manusia yang kemasukan dewa berdiri di halaman depan Klenteng, untuk memindahkan hujan.

tang ki:lo ya memohon agar hujan berhenti
memohon ke langit agar hujan pergi
sehari sebelum bakar tongkang, tongkang diarak menuju klenteng dari tempat pembuatan
tongkang mengelilingi jalan di dekat klenteng Ing Hok King.
01_34
tongkang digotong mengelilingi kota. 

Upaya memindahkan hujan merupakan salah satu menu pembuka dalam festival Upacara Bakar Tongkang. Bakar tongkang merupakan ritual yang di lakukan setiap tanggal ke enam belas bulan ke lima/ Go Gwee Cap Lak oleh masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi. Ritual ini bertujuan mengenang kembali kedatangan leluhur masyarakat Tionghoa yang mendiami kota Bagan Siapiapi serta merayakan ulang tahun dari dewa/khong yang melindungi masyarakat Tionghoa Bagan Siapapi. Dewa ini bernama Kie Hu Ong Ya. Untuk tahun 2017, festival bakar tongkang berlangsung dari tanggal 9 sampai 11 Juni 2017.

masyarakat bagan menyentuh tongkang
Masyarakat berebut untuk memegang tongkang. 
Pagi hari di halaman klenteng In Hok King, Bagan Siapiapi
pagi hari di Klenteng In Hok King, Bagan Siapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 
berdoa di dalam klenteng In Hok King
didalam klenteng Ing Hok King, Kota Bagan Siapiapi. 

Alkisah pada zaman dahulu, sekelompok orang Tionghoa dari Fujian,China merantau menyeberangi lautan dengan kapal kayu sederhana. Tujuan mereka merantau adalah untuk mengharapkan kualitas hidup yang lebih baik. Di dalam perjalanan di tengah lautan mereka mengalami kebimbangan. Mereka kehilangan arah. Di dalam suasana yang genting, mereka berdoa kepada Dewa Kie Hu Ong Ya. Di dalam keheningan malam, dewa Kie Hu Ong Ya memberikan petunjuk. Para penumpang kapal melihat cahaya dari bagian selatan yang menyerupai nyala api. Kapal ini pun mendarat nya pada daratan di tepi selat Malaka. 18 orang yang selamat saat mereka mendarat mereka menjadi leluhur masyarakat Tionghoa di Bagan Siapiapi.

Dupa berukuran besar di halaman klenteng In Hok King
dupa raksasa untuk bakar tongkang.

Matahari bersinar dengan terik saat saya berada di Klenteng In Hok Kong, di halaman klenteng yang sudah dibangun sejak abad ke 18 akhir penuh dengan meja-meja panjang   yang diatasnya terdapat sesaji. Beragam jenis sesaji terlihat, ayam, kue bolu, ba cang, makanan kaleng dan babi adalah beberapa jenis sesaji yang terlihat. Masyarakat Tionghoa menyemut di depan tongkang besar berwarna putih, dupa-dupa berbau cendana menumpuk pada sebuah tempayan besar yang yang berada tepat di belakang tongkang. Berkarung-karung kim cua/ kertas doa dipindahkan dari bagian samping Klenteng ke atas truk. Sedang berlangsung sembahyang pagi saat saya sedang berada di depan klenteng.

01_27
para peziarah menunggu tongkang. 
Pembuka jalan saat arak-arakan tongkang
pembuka jalur pada saat Bakar Tongkang berlangsung. 

Sehari sebelum tongkang di sembahyangkan, tongkang di pindahkan dari ruko yang berada di sebelah kanan klenteng dengan cara diarak kemudian          diletakkan di samping. Malam hari, klenteng mulai penuh dengan kunjungan warga yang ingin sembahyang malam. Masyarakat Tionghoa Bagan Siapiapi tumpah ruah selama ritual berlangsung.

masyarakat Tionghoa Bagan Siapiapi saat mengarak tongkang
masyarakat Tiong Hoa Bagan Siapiapi mengarak tongkang menuju tempat pembakaran. 

 

dewa perang yang ikut diarak bersama tongkang
dewa perang ikut serta diarak saat Bakar Tongkang. 

Pada pukul dua siang, terjadi keriuhan di halaman depan klenteng. Suara tambur dan perkusi seperti menyelimuti klenteng, Tang ki/Lo ya menuju tongkang. Loya-loya ini berasal dari klenteng-klenteng yang berada di kota Bagan Siapi api. Kedatangan mereka adalah memberikan persembahan kepada tongkang.

 

tang ki: lo ya saat arak arakan bakar tongkang
tang ki/ loya yang mengikuti ritual bakar tongkang. 

 

Replika -replika dewa yang di letakkan di atas meja altar di bagian dalam klenteng dikeluarkan. Puluhan ribu masyarakat Tionghoa yang memegang dupa, secara serantak mengahadap ke arah klentens. Teriakan “ huuattaaaaa” yang berarti semangat menggelora. Arakan tongkang menuju tempat pembakaran dimulai. Tempat pembakaran berada pada sebuah lapangan yang berjarak 1 km dari Klenteng. Dahulu, lapangan ini merupakan daratan tempat leluhur masyarakat Tionghoa Bagan Siapiapi mendarat. Saat tongkang diarak. Di kiri kanan jalan, masyarakat Tionghoa berbaris menunggu. Saat arakan tongkang melewati mereka. Doa-doa dan permintaan dipanjatkan.

01_21
masyarakat berdoa saat tongkang lewat.
masyarakat tionghoa Bagan Siapiapi berdoa saat bakar tongkang
berdoa sembari menunggu tongkang. 
01_20 2
salah satu dewa yang ikut arak arakan bakar tongkang. 

Setelah tongkang melewati gerbang menyerupai gerbang-gerbang di Tiongkok setinggi 8 meter lebar 5 meter, tongkang diletakkan diatas gunungan kertas kim cua/ kertas doa. Beberapa orang pengurus Klenteng naik ke tongkang untuk menaikkan dua buah tiang layar kapal.

saat tongkang melewati gerbang
tongkang setelah tiba di tempat pembakaran dan melewati gerbang. 

 

Setelah dua tiang layar naik, kim cua/ kertas doa dilemparkan ke langit. Hal ini menandakan kapal sudah siap untuk berlayar. Teriakan “ huataaaaa” kembali terdengar. Dengan cepat api menjalar hingga ke bagian atas kapal. Masyarakat Tionghoa yang berada lapangan menjauhi tongkang sembari terus memanjatka doa. Hal yang paling di tunggu adalah pada saat tiang layar utama jatuh. Ada sebuah kepercayaan jika tiang layar utama jatuh ke arah laut maka rezeki tahun ini adalah di laut, jika tiang layar utama jatuh kedarat maka rezeki tahun ini jatuh ke darat.

kim coa:kertas doa di buang kelangit, penanda tongkang siap dibakar
kim coa/ kertas doa terbang ke langit, dan tongkang dibakar
Festival Bakar Tongkang di Bagan Siapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
Bakar tongkang kota Bagan Siapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. 

Untuk tahun ini, rezeki bagi mayarakat Tionghoa Bagan Siapi api adalah laut. Karena tiang layar utama jatuh mengarah ke laut.

Pasir Putih Pulau Pagang.

Suara mesin kapal membelah pagi yang sunyi. Matahari yang akan naik keperaduan terhalang tirai awan kelabu. Hujan dari malam hingga subuh ternyata belum mampu membuka tirai itu. Gelombang Samudra Hindia pagi itu tenang, saya seraya sedang berada diatas buaian.

 

01_1
Tanah Sumatera dari laut.
01_2
pulau Pagang, Provinsi Sumatera Barat.

30 menit sudah berlalu saat saya meninggalkan pantai Sungai Pinang, pantai berpasir putih dengan air laut berwana biru kehijauan pelan-pelan berganti dengan air laut berwarna biru pekat. Sungai Pinang merupakan salah satu kanagarian yang berada di Pesisir Selatan. Letak dari Sungai Pinang berada di Kecamatan Koto XI Tarusan., Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

01_3
Tepi pantai Pulau Pagang. Sumatera Barat.
01_4
Teman bermain di Pulau Pagang, Sumatera Barat. 

Kapal kami berlayar kearah barat laut dari Sungai Pinang. Pulau yang menjadi tujuan sudah terlihat. Kapal menurunkan kecepatan sembari menyusuri sisi timur pulau menuju pelabuhan kayu yang berada di tepi pantai. Terumbu karang kasat mata terlihat dari atas kapal. Pasir putih bertekstur lembut sudah menggoda saya untuk dipijak.

01_7
Kelapa di tepi pantai Pulau Pagang, Sumatera Barat. 
01_8
tepi pantai pulau Pagang, Sumatera Barat. 

“ Pulau Pagang” papan petunjuk berukuran besar sudah terlihat dari bibir pantai. Inilah nama dari pulau yang berada di tepi samudra Hindia ini. Pulau seluas kurang lebih 10 Ha sekarang menjadi salah satu tujuan wisata unggulan di Sumatera Barat. Berpasir putih, dengan terumbu karang serta ikan-ikan karangnya menjadi salah satu alasan kenapa pulau ini menjadi ramai dikunjungi. Dua ekor anjing berlarian menyambut saya, mereka berasal dari rumah penjaga pulau. Anjing-anjing ini begitu ramah dengan manusia karena seringnya pulau Pagang dikunjungi.

01_9
Tepi pantai pulau Pagang, Sumatera Barat. 
01_12
Pantai di pulau Pagang, Sumatera Barat. 

Jika ingin menginap di pulau Pagang, terdapat 5 bungalow yang bisa disewa. Dengan tarif permalam Rp 350.000,-. Jika bungalow terlalu mahal, kita bisa berkemah di tepi pantai. Dengan Rp 35.000, permalam biaya sewa tempat, jika kita ingin merasakan sensasi berkemah di tepi laut. Untuk biaya sandar kapal, Rp 25.000 per kepala yang kita bayar kepada penjaga pulau.

01_13
Pelabuhan di Pulau Pagang, Sumatera Barat. 
01_11
pasir putih pulau Pagang, Sumatera Barat. 

Dari tepi pantai berpasir putih dengan tekstur yang lembut, saya menuju sisi timur pantai. Terumbu karang yang terlihat dari atas kapal, menjadi tujuan selanjutnya. Dengan menggunakan kacamata selam, hamparan terumbu karang yang sejak kedatangan di pulau membuat penasaran menjadi terlihat jelas. Pantai timur di pulau Pagang menjadi salah satu daya tarik pulau. Terumbu karang di sisi timur kondisinya baik. Ikan-ikan karang berwarna warni banyak terdapat disini.

DSCN0135
Bawah air, pulau Pagang, Sumatera Barat. 

 

DSCN0180
Bawah air , Pulau Pagang, Sumatera Barat. 

Namun, hati-hati saat mengamati pemandangan bawah laut pulau Pagang. Empat meter dari hamparan terumbu karang terdapat turunan sedalam 10 meter. Jika panik kemungkinan tenggelam menjadi besar.

DSCN0164
Snorkling di Pulau Pagang, Sumatera Barat. 

Sampai pukul 09.00 WIB di pulau Pagang, awan tebal masih menutupi matahari. Pagi ini saya kurang beruntung tidak bisa melihat matahari terbit dari sisi pulau Sumatera. Tetapi, hati saya terhibur dengan keindahan dari pulau Pagang, pasir putih dan terumbu karang pulau ini begitu menggoda.

Cerita Pilu dari Kamp Bangkinang

” during the japanese occupation in the period 1943-1945 some 2500 women and children were held in captivity here in barracks camp, while another 1000 men and boys were interned in the nearby rubber factory in Bangkinang” .

 

Selama 2 tahun, dari 1943 sampai dengan 1945 terdapat 2500 anak-anak dan perempuan yang ditahan di kamp. Ada 1000 laki-laki dan anak-anak yang ditahan pada pabrik karet yang berada tidak jauh dari kamp. Di sebuah plakat yang dicat perak, tulisan ini berada. Bagian bawah tulisan, terdapat deretan nama-nama orang asing yang ditulis berdasarkan umur dan negara asal. Ada dua plakat yang mengapit plakat pertama. Ketiga lembaran plakat mulai kusam. Sebuah tugu yang terbuat dari batu setinggi satu meter menjadi alas plakat. Di halaman depan sebuah sekolah dasar tugu ini berada. Jauh dari hiruk pikuk jalan lintas Pekanbaru-Padang.

01_9
SD 008 Kecamatan Salo, yang dahulu merupakan camp tahanan perang oleh Jepang. 

Iwan Syawal, pemandu wisata senior dari Kota Pekanbaru, menjelaskan kepada saya, asal muasal tugu ini. “ Pada zaman perang kemerdekaan, Diatas tanah sekolah ini, dahulu ada kamp tawanan perang perempuan. “Mereka dikumpulkan di kamp. Sedangkan tawanan laki-laki, menjadi pekerja paksa di jalur Pekanbaru-Muara” sambung Iwan. Para tahanan perang/POW dibawa dari Padang, Sumatera Barat, menuju Pekanbaru, Riau bergabung dengan romusha yang terlebih dahulu bekerja membangun jalur kereta api.

Pada tahun 1943, Jepang membangun jalur kereta api sepanjang 200 kilomoter membelah bagian tengah Sumatera. Jalur kereta api ini dibangun karena Jepang ingin membawa batu bara dari Sawah Lunto, Sumatera Barat, menuju Singapura melalui selat Malaka. Tidak memungkinkan saat itu bagi kapal Jepang masuk dan keluar Teluk Bayur membawa logistik, karena kapal-kapal selam Sekutu patroli di Samudera Hindia.

Pada saat pembangunan jalur kereta, lebih dari 10.000 romusha dan 5.000 POW dipekerjakan paksa oleh Jepang. Berdasarkan buku Henk Hovinga,Sumatera Dead Rail Road. Pada tahun 1943 sampai 1944, ada lima kali pemindahan pekerja paksa dan tahanan dari Padang menuju Pekanbaru. Pengiriman terbesar pekerja jalur kereta api terjadi pada tahun 1944. 4.200 romusha dan 2.300 POW berasal dari Belanda, Inggris, Australia, Amerika, dan Selandia Baru diberangkatkan menuju Padang dari Batavia. Mereka menggunakan kapal Junyomaru. Namun, kapal ini ditorpedo pada perairan di depan Padang oleh kapal selam Inggris, H.M.S. Trade Wind. Para korban yang selamat dibawa ke Pekanbaru bergabung dengan POW yang sudah dibawa sebelumnya.

01_8
monumen para korban dan tahanan di camp Jepang yang sekarang menjadi SD di Kecamatan Salo. 

“ Sebelum tiba di Pekanbaru, para POW dibawa dengan kereta api sampai Payakumbuh. Kemudian disambung dengan menggunakan truk” ujar Iwan. “ Truk membawa mereka sampai Bangkinang. Mereka dikumpulkan di kamp. Dipisahkan antara perempuan, anak anak, dan laki-laki. Yang laki-laki dan remaja akan dibawa menuju Pekanbaru. Yang perempuan tinggal” sambungnya. Kehidupan di kamp perempuan jauh dari layak. Mereka tinggal dengan makanan yang ala kadarnya serta dibawah bayang-bayang perkosaan pihak Jepang dan Korea.

01_7
para korban di Camp Jepang, Bangkinang. 

Berdasarkan tulisan Henk Hovinga. Kamp di Bangkinang menyerah pada tanggal 22 Agustus 1945, Pada awal September 1944, terdapat 1300 pria, anak-anak, dan perempuan serta 100 orang-orang yang sakit yang dibawa ke Padang. Evakuasi para POW yang tersisa di kamp Bangkinang dimulai pada tanggal 27 September 1945. Mereka dibawa ke Medan, Palembang, dan Singapura melalui bandara Simpang Tiga, yang sekarang berganti nama menjadi Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Evakuasi ini menggunakan pesawat. Pada tanggal 11 November 1945, proses evakuasi selesai.

01_3
peta bangkinang dan sketsa camp tahanan Perempuan. 

Puluhan tahun kemudian, camp ini berganti dengan Sekolah. Sekolah Dasar 008 Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Untuk memperingati kisah pilu ini, anak-anak tahanan perang membangun tugu peringatan di halaman sekolah. Didi, penjaga sekolah merangkap penjaga tugu memperlihatkan kepada saya foto-foto peresmian tugu di tahun 2006.

01_4
iklan di salah satu koran di Belanda yang menceritakan mengenai reuni keluarga para Tahanan camp Bangkinang. 

Opa dan Oma dari Belanda meresmikan tugu nama-nama orang yang ditahan di kamp Bangkinang. Pada tahun 1945 mereka adalah anak-anak yang berumur 3 sampai dengan 6 tahun. Pada buku tamu yang dipegang oleh Didi, terdapat memoar dari masing-masing anak POW. Mereka menceritakan kisah pilu kehidupan mereka di kamp dan cerita orang tua mereka. Bahkan, menurut Didi, ada salah seorang anak dari POW yang datang dua tahun setelah peresmian menangis tersedu sedu pada pohon yang berada pada perbatasan antara SD dengan Batalyon Infanteri 132/Bima Sakti atau yang dikenal dengan nama kompi Salo. Dia teringat akan ayahnya yang dieksekusi Jepang dibawah pohon itu.

01_5
Tulisan yang menceritakan mengenai duka di camp Jepang, Bangkinang. 

Selain tugu dan buku tamu. Iwan membawa saya melihat wc jongkok yang dahulu digunakan para tahanan perempuan. Wc jongkok yang dibangun berhadap-hadapan sejumlah 74 buah masih utuh dan tertutup semak-semak dan lumut. Wc ini menjadi saksi bisu kejadian pada tahun 1943 sampai dengan 1945 tersebut.

01_1
wc jongkok yang digunakan oleh para tahanan perang di Camp Bangkinang. 

“Dari sungai yang berada di bawah kamp, mereka memanggul air, untuk dibawa ke dalam bak tampung. Air dari bak tampung akan dialirkan menuju bak mandi. Di bak panjang ini lah mereka mandi dan mencuci. Keseharian perempuan dan anak-anak di kamp ini dikelilingi Jepang dan hutan Sumatera yang lebat” ujar Iwan.

01_2
saluran air di samping SD, saluran air ini menuju bagian bawah sekolah, ada sungai di lembah camp. Para tahanan membawa air dari sungai dengan menggunakan tong air dan dicurahkan ke saluran air ini. 

Ditepi jalan lintas Pekanbaru- Bangkinang-Padanng, disebelah kompi Salo. Ada saksi pilu sejarah pendudukan Jepang yang seharusnya bisa kita kenalkan ke khalayak ramai. Mengutip kata Didi, “ jangan sampai, tugu ini hancur karena ketidak pedulian kita akan sejarah”.

 

 

Cerita Songket Dari Kampung Bandar.

Di tepi sungai Siak, sungai terdalam di Indonesia yang juga membelah kota Pekanbaru terdapat kampung wisata yang bernama Kampung Wisata Kampung Bandar.

Di kampung wisata ini masih terdapat berbagai macam peninggalan sejarah kerajaan Siak, diantaranya, rumah singgah Sultan Siak, raja dari kerajaan besar yang pada abad ke 17 sampai 18 menguasai selat Malaka, tugu nol km, sebuah tugu yang menjadi bukti pembuatan jalan lintas antara Pekanbaru-Bangkinang- Payakumbuh yang dibuat pada zaman Belanda, tahun 1920 sampai 1922, dan rumah tenun yang berada di sebuah rumah berarsitektur Melayu yang dibangun pada tahun 1887. Rumah melayu tua ini milik H Yahya yang pada zaman itu merupakan pengusaha karet.

 

01_15
Rumah Tenun Kampung Bandar yang berada di tepi Sungai Siak, kota Pekanbaru.
01_13
Mesin tenun di Rumah Tenun Kampung Bandar.

Di dalam rumah tenun, setiap hari akan terdengar gemeratak suara dari alat tenun. Alat tenun ini menjadi ujung tombak komunitas swadaya di Kampung bandar untuk membuat songket Siak. Rumah tenun Kampung Bandar adalah salah satu pengrajin songket l yang ada di Pekanbaru. Dimulai dari pagi hingga sore hore. Penenun perempuan di rumah ini mengubah benang berwarna warni, benang emas, dan dan benang perak menjadi kain-kain songket. Mereka bernama Wawa Edinya dan Ruhaya. Dengan menggunakan tiga alat tenun bukan mesin/ atbm . Mereka memenuhi pesanan yang berasal dari kota Pekanbaru bahkan Malaysia. Tanjak, syal, dan kain merupakan produk yang dihasilkan rumah tenun ini.

 

01
menggulung benang untuk alat tenun

 

Motif pada songket Siak merupakan motif-motif yang rumit. Motif itu diantaranya adalah siku keluang, pucuk rebung,dan lebah bergayut. Karena motif yang rumit, harga dari tenun Siak yang dihasilkan mencapai jutaan rupiah. Rentang harga kain songket yang dijual di rumah tenun ini dari Rp 800.000 sampai dengan Rp 4.000.000.

01_12
benang-benang untuk membuat kain songket.
01_10
tempat dimana benang yang nantinya akan ditenun.
01_8
kantung penyimpanan alat tenun.
01_16
benang emas yang diimpor dari India dan dibeli di Singapura.

Kak Ruhaya, sedang menenun saat saya datang. Dia menjelaskan proses jadinya sebuah songket Siak. “Untuk mendapatkan 2.5 meter kain tenun Siak Dibutuhkan waktu 3 mingggu”. Menurut Ruhaya, “ Bahan-bahan baku seperti benang emas berasal dari India dan ini dibeli di Singapura” sambungnya. Dahulu, pada saat komunitas tenun ini dibentuk pada 2012 terdapat 7 orang penenun. Namun seiring berjalannya waktu tinggal dua orang saja yang tersisa dari komunitas ini. Tangan dan kaki Kak Ruhaya begitu cekatan di alat tenun mesin.

01_17
proses membuat kain songket.
01_18
proses membuat kain songket.

Kehidupan para penenun songket ini sangat bergantung dengan pesanan yang datang. Meskipun kain songket yang mereka hasilkan memiliki mutu yang bagus. Namun dalam pemasarannya mereka masih sangat sederhana, mereka masih menggunakan promosi dari mulut kemulut belum memanfaatkan kekuatan sosial media dengan maksimal. Sembari tersenyum, Kak Ruhaya menjelaskan kepada saya “ Menenun ini sudah menjadi kehidupan kakak. Nikmati saja”.

01_1
detail proses pembuatan kain songket, motif kain bewarna hijau ini adalah pucuk rebung.
01_3
kain tenun berwarna hijau dan bermotif pucuk rebung.
01_7
ragam warna  kain songket di Rumah Tenun Kampung Bandar, Pekanbaru.

Rumah Tenun Kampung Bandar, salah satu destinasi menarik di Pekanbaru.

 

 

 

 

Selancar di Pantai Legian

Lima orang tamu asing/bule dengan senyum lebar membawa papan selancar mereka yang berwarna biru laut ke tepi pantai. Seorang pemandu ikut berjalan disamping mereka. Dibibir pantai, pemandu ini menjelaskan kepada mereka bagaimana cara menggunakan papan selancar dan berselancar dengan aman. Dengan penuh percaya diri, lima orang asing ini menuju ombak di depan mereka. Setelah ombak datang, kelima orang ini kocar kacir disapu gelombang. Dengan pantang menyerah mereka kembali kelaut dan mencoba menaiki gelombang.

01
tamu asing di pantai Legian, Bali
01_7
Mencoba selancar di pantai Legian, Bali. 

 

Sebagai daerah tujuan wisata, Pulau Bali memiliki pantai-pantai yang memiliki keindahan masing-masing. Salah satu pantai yang selalu ramai dikunjungi wisatawan adalah pantai Legian. Pantai Legian terletak di sisi timur kearah selatan pulau Bali. Secara sederhananya, pantai ini berada di sebelah kiri pantai Kute.

01_9
berselancar di pantai Legian, Bali
01_12
Berselancar di Pantai Legian, Bali.
01_10
Berselancar di Pantai Legian, Bali.

 

Selain menawarkan pasir putih, deburan ombak, gumpalan awan, dan berjemur. Pantai Legian merupakan salah satu pantai di Pulau Dewata tempat kita bisa berselancar. Menurut salah seorang pemandu selancar di pantai Legian, Bli Agus, waktu terbaik untuk berselancar di Pantai Legian adalah bulan April sampai dengan bulan Agustus ketika musim kemarau.

01_21
Berselancar di pantai Legian, Bali. 
01_8
Berselancar di pantai Legian, Bali.

Pada bulan-bulan tersebut, angin yang berhembus di pantai ini berasal dari arah timur ke arah barat sehingga menciptakan bentukan ombak yang kuat. Ketinggian dan tingkat kesulitan gelombang di pantai Legian sama seperti di pantai Kuta. Gelombang di pantai Legian setinggi 60 cm sampai dengan 2 meter.

01_17
kembali ke Pantai Legian setelah berselancar. 
01_11
sore hari di pantai legian, Bali.

Dari pagi hari hingga sore, saat matahari tenggelam. Pantai Legian selalu ramai didatangi para peselancar. Mereka sebagian besar adalah peselancar yang baru pertama kali berselancar, atau sudah pernah berselancar namun masih kagok. Secara berombongan ataupun dua orang, mereka akan mendatangi klub-klub selancar yang ada di sepanjang pantai ini, untuk menyewa papan selancar dan pelatih. Pagi itu, saya menyaksikan bagaimana mereka jatuh bangun menghadapi gelombang setinggi dua meter yang berasal dari Samudra Indonesia.

01_2
ready to rock?
01_3
lelah dar

Berkunjung ke Pulau Bali, jika anda ingin mencoba tantangan yang memacu adrenaline. Jangan lupa untuk mencoba berselancar. Cukup dengan Rp 200.000 sampai dengan Rp 300.000 kita sudah bisa menikmati suasana berbeda dari Pulau Bali.

Langgam Indische di Pekanbaru

Dibagian belakang SMK Muhammadiyah 1, Pekanbaru terdapat sebuah rumah tua yang menarik. Rumah ini didirikan pada tahun 1900-an awal dengan gaya arsitektur indische. Berdasarkan data BPCB/Badan Pelestarian Cagar Budaya, bangunan ini satu-satunya bangunan bergaya Indische di kota Pekanbaru. Arsitektur Indische dalam bahasa Belanda disebut Nieuwe Indische Bouwstijl. Gaya arsitektur modern diperkenalkan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) antara akhir abad ke-19 sampai abad ke-20 sebelum Perang Dunia II. Arsitektur Hindia Baru pada dasarnya merupakan arsitektur (barat) modern awal yang menggabungkan elemen arsitektur lokal, seperti pinggiran atap yang besar atau atap yang menjulang, agar sesuai dengan iklim tropis di Indonesia. Dengan atap genting berwarna merah, pilar-pilar berukuran besar, jendela kayu berjumlah lebih dari empat, dan dinding bercat putih kekuningan rumah ini terlihat gagah. Rumah ini dikenal dengan rumah Tuan Qadhi. Bagi sebagian orang disebut dengan istana Hinggap.

01_4
Rumah Tuan Qadhi atau dikenal juga dengan istilah Istana Hinggap yang berada di bagian belakang dari SMK Muhammadiyah 1 kota Pekanbaru. 

Tuan Qadhi bernama H Zakaria bin Abdul Muthalib, beliau berasal dari Sumatera Utara. Qadhi merupakan gelar yang diberikan oleh Sultan Siak kepada H. Zakaria. H. Zakaria dipercaya oleh Sultan Syarif Kasim II sebagai penasihat raja di bidang agama. Kedatangan kami di rumah ini disambut oleh Om Syahril, menantu dari Tuan Qadhi. Om Syahril seorang pensiunan Pajak yang sudah berumur 70 tahun. Dengan hangat beliau mengajak kami duduk pada kursi di ruang tamu rumah. Pernahkah membayangkan sebuah ruang jamuan makan malam pada abad ke 18 dengan meja melingkar beserta kursi-kursinya. Seperti itulah susunan kursi dan meja di ruang tamu rumah Tuan Qadhi. Om Syahril menceritakan kepada saya dan Mike cerita rumah ini.

01_1
Bagian dalam dari rumah Tuan Qadhi, interior dari rumah ini seperti jendela-jendela rumah imasih asli seperti saat dibangun.

 

Menurut Om Syahril, rumah tuan Qadhi disebut juga istana Hinggap. Pengertian Istana Hinggap disini adalah rumah tempat dimana setiap Sultan Siak datang ke Pekanbaru, beliau menginap. Ada beberapa istana hinggap pada zaman dahulu, namun sayangnya rumah-rumah ini ditelan oleh pembangunan kota. Di rumah Tuan Qadhi, ada sebuah kamar tempat dimana Sultan Syarif Kasim II dahulu sering tidur. Kamar Sultan berada di bagian kanan rumah agak menjorok kedalam dari ruang tamu. “ Masuklah, lihat kamar Sultan ini” kata Om Syahril seraya membuka pintu kamar yang terbuat dari kayu. Jangan membayangkan ada barang-barang sisa peninggalan Sultan Siak di kamar ini. “ Barang-barang Sultan habis dijarah pada saat Agresi Belanda ke II, tahun 1949. Dipan, baju, dan barang-baran lain semua habis” kata Om Syahril. Pada kamar berukuran 4 meter x 3 meter yang ada sekarang adalah barang-barang modern. “ Jika ingin uji nyali,tidurlah di kamar ini”, kata Om Syahril sembari tertawa terbahak bahak.

01_2
Lengkungan dari rumah Tuan Qadhi beserta susunan meja dan kursi

Di dalam Istana Hinggap/ Rumah Tuan Qadhi banyak terdapat barang-barang tempo dulu. Diantaranya adalah kursi hadiah Laksamana Raja Di Laut kepada Sultan Siak, foto bersama antara Tuan Qadhi dan Sultan Siak XII saat tuan Qadhi dipanggil ke istana Siak tergantung pada dinding rumah yang dicat putih, piring lama dari Sultan Siak, radio lama, dan tiang utama rumah yang terbuat dari Kayu. Ada yang unik dari tiang ini, pada hari-hari tertentu, tiang kayu ini masih mengeluarkan getah. Rumah ini menjadi saksi bisu perjalanan provinsi Riau, pada saat agresi militer Belanda ke II, tahun 1949. Belanda menjadikan rumah ini sebagai penjara dan rumah sakit. Pada saat rapat pembentukan prov Riau, rumah ini menjadi tempat berlangsung nya rapat pembentukan panitia.

01_3
Kursi pemberian dari Laksamana Raja Di Laut kepada Sultan Syarif Kasim II yang ada di bagian dalam rumah Tuan Qadhi. 
01_5
Piring lama dari zaman kerajaan Siak. 

 

Kami dibawa kebagian dapur rumah. Bagian dapur rumah tuan Qadhi sempat diubah oleh Belanda, mereka membuat mini bar. Sekarang mini bar ini dikeramik oleh om Syahril dan dijadikan sebagai bagian dari dapur.

01
Jendela kayu dari rumah Tuan Qadhi/ yang juga dikenal dengan sebutan Istana Hinggap

Sayup sayup lagu Pak Ketipak Ketipung tertangkap telinga saat kami akan meninggalkan rumah Tuan Qadhi. “ Datanglah lagi kesini” ujar Om Syahril sembari menjabat erat tangan saat kami pamit meninggalkan rumah.